REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- Sepanjang 2016, delapan warga Karawang meninggal dunia diduga akibat penyakit DBD. Penyakit ini, mengalami peningkatan dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Kondisi ini, salah satunya disebabkan kesadaran masyarakat untuk memberantas vektor nyamuk Aedes Aegypty masih sangat rendah.
Progamer Penyakit Bersumber Binatang (P2BB) Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang, Dadang Wahyudin, mengatakan, berdasarkan indikator insidensil angka kematian dan jumlah suspect, tahun ini memang mengalami kenaikan dibanding tahun lalu. Pada 2015, jumlah pasien DBD hanya 569 penderita. Yang meninggalnya empat orang. Tahun ini, meningkat jadi 1.022 penderita dan yang meninggalnya delapan orang.
"Kasus ini, melonjak tajam di awal tahun dan menjelang akhir tahun ini," ujarnya, kepada Republika, Selasa (20/12). Meskipun secara insidensil mengalami kenaikan, lanjut Dadang, tetapi jika dilihat dari target angka pesakitan masih di bawah 50 per 100 ribu penduduk. Jadi, jumlah kasus saat ini hanya 46,1 per 100 ribu penduduk.
Adapun, angka kematiannya juga masih di bawah target. Karena, targetnya di bawah satu persen dari jumlah kasus. Saat ini, kematian akibat DBD baru 0,8 persen dari jumlah kasus. "Artinya, kasus ini masih di bawah target yang ditetapkan pemerintah," ujarnya.
Menurut Dadang, meningkatnya kasus DBD di Karawang ini, ditenggarai akibat siklus lima tahunan. Karena, kenaikan kasus ini bukan saja terjadi di wilayah yang terkenal dengan Kota Pangkal Perjuangannya ini. Melainkan, terjadi di wilayah lainnya. Seperti, Bekasi dan Depok.
Dengan kondisi ini, sambung Dadang, Karawang masih menjadi wilayah endemis DBD. Bahkan, desa yang jadi endemisnya terus bertambah setiap tahunnya. Pada 2014 lalu, tercatat hanya 49 desa endemis DBD. Setahun kemudian, bertambah menjadi 52 desa. Lalu, pada 2016 ini menjadi 53 desa. 53 desa itu, tersebar di 20 kecamatan. "Kasus yang paling tinggi, terjadi wilayah padat penduduk. Seperti, Karawang Barat, Karawang Timur dan Cikampek," ujarnya.
Tingginya kasus DBD ini, lanjut Dadang, salah satunya disebabkan faktor kesadaran masyarakat untuk memberantas vektor nyamuknya masih rendah. Seharusnya, satu rumah ada seorang juru pemantau jentik nyamuk (jumantik). Bisa isterinya atau suaminya.
Tetapi, sampai saat ini tidak ada kesadaran masyarakat ke arah sana. Jika ada kasus, masyarakat lalu meminta pemerintah untuk turun tangan. Salah satunya, dengan pengasapan (fogging). Padahal, pengasapan tidak efektif untuk membunuh vektor nyamuk. "Yang efektif membunuh vektor nyamuk dengan 3M, menguras, menutup dan mengubur," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang, Yuska Yasin, mengatakan, intinya perlu kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungannya. Sebab, nyamuk sangat suka sekali berkembang biak di air genangan dan bak mandi. Serta, menyukai tempat-tempat yang kotor. "Makanya, kesadaran untuk hidup bersih dan sehat harus ditingkatkan lagi," ujarnya.