REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ukuran bangunan utama Masjid Tua Palopo yaitu 11,9 m x 11,9 m, tinggi 3,64 m, dengan tebal dinding 0,94 m yang terbuat dari batu cadas yang direkatkan dengan putih telur. Denahnya berbentuk segi empat yang agaknya dipengaruhi bentuk denah candi-candi di Jawa.
Dijelaskan oleh Maria I Hidayatun dalam artikelnya, Pendopo dalam Era Modernisasi, bentuk segi empat mengandung makna filosofis dan fungsional. Yang pertama berarti bahwa bentuk geometri tersebut sebetulnya adalah ungkapan dari makro kosmos (dunia). Sedangkan, makna yang kedua melambangkan persamaan dan kesetaraan siapa saja yang berada di dalamnya.
Atap Masjid Tua Palopo berbentuk piramida beratap tiga dan di puncaknya terdapat tempayan keramik yang merepresentasikan keesaan Tuhan. Konsep atap yang demikian itu memiliki kemiripan dengan atap joglo pada bangunan di Jawa, yang juga dikenal dengan nama tajug.
Kontak kebudayaan antara masyarakat Sulawesi Selatan dengan Jawa sudah terjadi beberapa abad sebelum penyebaran agama Islam. Jazirah Sulawesi Selatan tertulis dalam Kitab Negarakartagama karya Empu Prapanca pada masa Gadjah Mada (1364). Kata Makassar secara eksplisit disebut dalam sarga XIII dan XIV dan diklaim telah masuk dalam wilayah Majapahit.
Terdapat dua pendapat seputar bentuk atap Masjid Tua Palopo ini. Yang pertama mengatakan bahwa atap tersebut mendapat pengaruh dari arsitektur Jawa. Sementara yang kedua menolak pendapat itu, dengan berargumen bahwa bentuk tersebut merupakan pengembangan dari konsep lokal masyarakat Sulawesi Selatan sendiri.
Namun demikian, mengingat hubungan antara kedua masyarakat telah terjalin begitu lama, wajar jika terjadi akulturasi budaya.
Konsep atap piramidal susun tiga menyimbolkan pusat vertikal menuju pada satu titik, yaitu Tuhan Yang Mahakuasa. Makna yang terkandung di dalamnya dipengaruhi oleh pemahaman sufistik yang menekankan aspek moral dan spiritual.
Atap pertama atau atap paling bawah melambangkan syariah; atap yang tengah melambangkan thariqah; atap paling atas melambangkan hakikat; dan puncak atap (mustaka masjid) berbentuk tempayan dari keramik melambangkan makrifat.