REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Susunan atap pertama dan kedua disangga empat tiang yang terbuat dari kayu cengaduri, dengan tinggi 8,5 meter dan berdiameter 90 cm. Keempat tiang tersebut dalam konsep Jawa disebut sokoguru.
Sementara itu, atap paling atas ditopang dengan satu tiang terbuat dari kayu yang sama. Dalam kearifan lokal Sulawesi Selatan, satu tiang penyangga atap paling atas yang didukung oleh empat tiang lainnya merefleksikan yang sentral (wara) dikelilingi oleh unsur-unsur lain di luar yang sentral (palili). Konsep siri' dan pesse, yang telah dijelaskan di atas direfleksikan dalam penyusunan tiang tersebut.
Unsur arsitektur lain yang merupakan ekspresi religiositas masyarakat setempat adalah barisan jendela berjumlah tujuh yang berada di sisi kanan dan kiri dinding masjid. Dalam tradisi Islam, angka tujuh memiliki arti yang dalam, karena angka itu sesuai dengan jumlah hari dalam satu minggu, dan sesuai pula dengan jumlah tingkatan langit yang pernah dilalui Nabi Muhammad SAW dalam isra' dan mikraj.
Sejauh ini telah dilakukan beberapa kali renovasi untuk perbaikan masjid. Renovasi pertama pada 1700 M dengan perbaikan pada lantai. Kedua, pada 1951, mengganti lantai yang lama dengan lantai dari tegel yang didatangkan dari Singapura.
Renovasi ketiga pada 1981 untuk memperbaiki seluruh bagian masjid yang rusak. Sedangkan pada renovasi keempat dan kelima dengan menambahkan luas bangunan hingga seperti yang sekarang ini. Lahan masjid ini seluas 1.680 m2.
Bentuk arsitektur Masjid Tua Palopo secara keseluruhan menunjukkan nilai-nilai kebudayaan lokal yang berakulturasi dengan nilai-nilai dari luar, terutama Islam dan Jawa. Meski demikian, bagian inti dari kebudayaan setempat, yang disebut Koentjaraningrat sebagai covert culture, tidak berubah.
Beberapa bagian dari arsitektur Masjid Tua Palopo merefleksikan nilai-nilai lokal yang menitikberatkan kepada siri' dan pesse. Martabat seorang manusia harus ditunjang dengan sikap sepenanggungan, seperasaan, dan kesetiakawanan antarsesama.
Perubahan kebudayaan terjadi pada bagian perwujudan yang lahir dari kebudayaan atau covert culture masyarakat. Denah masjid, bentuk atap, dan bahan bangunan berupa batu cadas mendapatkan pengaruh dari seni bina Jawa dan candi-candi di tanah Jawa. Kekayaan seni arsitektur dan maknanya ini hasil dari keterbukaan sikap masyarakat Sulawesi Selatan terhadap unsur-unsur budaya dari luar.