Sabtu 31 Dec 2016 20:39 WIB

Bupati Klaten Samarkan Uang Suap dengan 'Uang Syukuran'

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Andi Nur Aminah
Surat sanksi pemecatan seketika kepada Bupati Klaten, Sri Hartini, yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Foto: Istimewa
Surat sanksi pemecatan seketika kepada Bupati Klaten, Sri Hartini, yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Bupati Klaten Jawa Tengah, Sri Hartini pada Jumat (30/12) menandai tutup tahun 2016. Tangkap tangan ini juga sekaligus menjadi OTT ke-17 KPK sepanjang 2016, dan keempat kalinya khusus bagi Kepala Daerah.

"Ini adalah yang ke-17 selama 2016 dan selama 2016 ini KPK menangkap kepala daerah ada empat orang, Bupati Subang April 2016, Banyuasin September 2016, Wali Kota Cimahi Desember 2016 dan Klaten di penghujung 2016," kata Wakil Ketua KPK. Laode Muhammad Syarif di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (31/12).

Syarif menyebut kasus yang menjerat Bupati Klaten juga terbilang cukup signifikan mengingat kasus dugaan suap berkaitan pengisian jabatan atau 'jual beli' jabatan juga pertama kalinya bagi KPK.

Sri yang telah ditetapkan tersangka penerima suap diduga menerima uang sekitar Rp 2 miliar lebih dari sejumlah pihak yang ingin menduduki jabatan di struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Kabupaten Klaten. Penangkapan Sri diawali dengan ditangkapnya seorang swasta bernama Sukarno (SKN) di kediamannya, yang kemudian mengarahkan ke rumah dinas Sri Hartini.

Di sana, tim KPK mengamankan tujuh orang Sri Hartini (SHT), Kasie SMP Disdik Klaten Suramlan (SUL), tiga PNS antara lain Nina Puspitarini (NP), Bambang Teguh (BT), PNS Kabid Mutasi Slamet (SLT), Panca Wardhana (PW) dan swasta Sunarso (SNS).

Bersama dengan diamankannya barang bukti uang sekitar Rp 2 miliar dan 5.700 dolar AS dan 2.035 dolar Singapura  di dalam sebuah kardus dan buku catatan penerimaan uang. Syarif melanjutkan, yang menarik adalah, para pelaku tersebut berupaya menyamarkan uang suap dengan penyebutan istilah 'uang syukuran'. "Berdasarkan laporan masyarakat menarik karena diperoleh istilah kode uang itu adalah uang syukuran," kata Syarif.

Selain itu, yang paling disesalkan Syarif atas tertangkapnya bupati yang belum genap menjabat setahun itu yakni, Sri diketahui pernah menandatangani pakta integritas pencegahan dan penindakan korupsi bekerjasama dengan KPK di Gedung KPK. Namun kini, Sri kembali ke KPK justru lantaran perbuatan yang bertentangan dengan komitmen yang ia tandatanganinya tersebut.

"Terus terang agak menyesal yang ditangkap ini tandatangani pakta integritas di kantor ini, tetapi yang dilakukan (menerima suap) sangat bertentangan dengan pakta integritas yang ditandatangani itu," ujar Syarif di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (31/12).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement