Senin 02 Jan 2017 16:41 WIB

Damanhuri, Wartawan Kaya Pengalaman yang Dekat dengan Ulama

Rep: Santi Sopia/ Red: Nur Aini
Keluarga dan kerabat mengantarkan wartawan Republika Damanhuri Zuhri di tempat peristirahatan terakhirnya di kawasan Parung, Bogor, Senin (2/1).
Foto: Republika/EH Ismail
Keluarga dan kerabat mengantarkan wartawan Republika Damanhuri Zuhri di tempat peristirahatan terakhirnya di kawasan Parung, Bogor, Senin (2/1).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Wartawan Senior Republika Damanhuri Zuhri meninggal dunia pada Senin (2/1). Almarhum Damanhuri tercatat memiliki pengalaman yang kaya termasuk sempat menjadi wartawan istana kepresidenan pada zaman setelah reformasi.

Budi Setyarso yang saat ini merupakan Pemimpin Redaksi Koran Tempo menganggap wartawan istana saat itu sebagai posisi yang prestisius. Menurutnya, untuk menjadi wartwan istana ketika itu berbeda dengan zaman sekarang. Budi mengenal Damanhuri sebagai seniornya kala di Harian Republika pada medio 1996-2001.

"Dulu ada faktor seleksi ketat. Jadi selain kagum, respek, tingkat pengorbanannya pasti besar untuk menjadi wartawan istana. Harus bangun pagi dan memakai pakaian khusus juga," kata Budi.

Asro Kamal Rokan, mantan Pimpinan Redaksi Harian Republika 2003-2005 mengungkap alasan mengapa Damanhuri saat itu ditugaskan di istana. Dengan ideologi, sikap politik Republika yang dipahami betul oleh almarhum, menjadikannya layak bertugas di istana orang nomor satu Republik Indonesia tersebut.

Asro menilai almarhum punya lobi yang bagus dan mudah berhubungan dengan orang lain. Melihat ideologi yang dimiliki almarhum, maka Republika mendaftarkannya bertugas di istana.

"Cukup lama dia bertugas, orangnya humble, karena dia baik, bisa dipercaya," ujar Asro yang sempat menjadi Pemimpin Umum LKBN Antara 2005-2007 dan Pemimpin Redaksi Jurnal Nasional 2010-2012 itu.

Di samping itu, jamak diketahui, almarhum memiliki hubungan dekat dengan para ulama. Asro masih ingat bagaimana almarhum bak menjadi 'alarm pengingat' bagi keradaksian Republika. Almarhum kerap mengingatkan untuk tetap pada garis haluan Republika. Almarhum menjadi tokoh yang menghubungkan Republika dengan komunitas Muslim.

Bagi Sapto Anggoro, CEO situs berita Tirto.id, almarhum merupakan orang berilmu tetapi tidak ingin menonjolkannya. Ia terkenang saat almarhum diberi tugas meliput terkait prostitusi atau wilayah remang-remang, khususnya di Parung, Bogor. Almarhum tak menolak tugas seperti itu, meski boleh jadi bertentangan dengan batinnya. Selain itu, almarhum dinilai seringkali menjalin hubungan dengan narasumber secara kekerabatan. Sambil tertawa renyah, mantan koodinator liputan di Republila ini juga mengenang almarhum yang seringkali memberinya kurma Tunisia berkat kedekatan dengan narasumber.

"Kan dikenal sebagai ustaz, pernah saya tugaskan juga wawancara Yasser Arafat (Mantan Ketua Organisasi Pembebasan Palestina) karena beliau mengerti politik Islam, bahasa arabnya fasih," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement