REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pertumbuhan ekonomi Cina bisa melambat menjadi 6,5 persen tahun ini dari sekitar 6,7 persen pada 2016. Hal tersebut diungkapkan sebuah lembaga keuangan yang dikelola pemerintah.
Dalam sebuah artikel di Shanghai Securities News, Pusat Informasi Negara (SIC) mengatakan, momentum dari teknologi baru akan terus mendorong pertumbuhan ekonomi tapi tidak bisa menghentikan tren perlambatan yang lebih luas. Output industri bisa tumbuh 5,9 persen tahun ini. Angka tersebut turun dari perkiraan 6,1 persen pada 2016.
Sementara itu, pihak berwenang harus meningkatkan peran pasar dalam pembentukan nilai tukar yuan, meningkatkan flesibilitas mata uang dan bahkan melakukan one-off devaluasi renminbi. "Dengan demikian menjaga stabilitas renminbi pada tingkat yang seimbang," katanya.
Yuan turun hampir 7 persen tahun lalu. Ini merupakan kerugian terbesar terhadap dolar AS sejak 1994, di bawah tekanan pertumbuhan ekonomi yang lamban dan dolar yang kuat. Devaluasi mata uang Cina Agustus 2015 lalu membuat pasar global terkejut dan secara luas dilihat oleh pedagang dan para ekonom sebagai kegagalan. Dengan yuan masih melemah dan arus keluar modal terus mengikis cadangan devisa Cina, pakar telah membahas kemungkinan devaluasi kedua. Namun ada sedikit indikasi bahwa pembuat kebijakan sedang mempertimbangkan langkah tersebut.
Arus keluar modal telah menjadi kekhawatiran bagi pemerintah pada tahun lalu. Sebab, mereka mencoba untuk menempatkan ekonomi kembali ke jalur dan menjaga mata uang tetap stabil tanpa mengeluarkan cadangan.
SIC Mengatakan, Cina harus mengambil tindakan tepat untuk mengontrol arus keluar modal, menjaga ketat investasi di luar negeri perusahaan-perusahaan milik negara. Kebanyakan bergerak di bidang properti, barang antik, tim olahraga dan transaski non-core atau non-teknologi lainnya.
Ekonomi Cina tumbuh 6,7 persen pada kuartal ketiga 2016 dari tahun sebelumnya. Tampaknya pertumbuhan selama setahun penuh berada di kisaran 6,5 hingga 7 persen. Hal itu didukung belanja pemerintah yang lebih tinggi, reli perumahan dan rekor pinjaman bank yang juga telah menyebabkan peningkatan ledakan utang.
Banyak analis percaya pertumbuhan akan lebih rendah, namun peningkatan konstruksi telah memberikan dorongan yang lebih baik dari yang diperkirakan pada tahun ini.