Selasa 03 Jan 2017 20:37 WIB

Pemerintah Ingatkan Warga Ikut Amnesti Pajak Sebelum Meninggal

Rep: Sapto Andika Chandra/ Red: Muhammad Hafil
Petugas melayani wajib pajak yang ingin memperoleh informasi mengenai kebijakan amnesti pajak (tax amnesty) di Help Desk, di Gedung Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Pusat, Kamis (8/12).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Petugas melayani wajib pajak yang ingin memperoleh informasi mengenai kebijakan amnesti pajak (tax amnesty) di Help Desk, di Gedung Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Pusat, Kamis (8/12).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA - Pemerintah memang sedang gencar-gencarnya menggenjot keikutsertaan masyarakat dalam program amnesti pajak yang akan berakhir Maret 2017 mendatang. Apalagi, raihan penerimaan negara dari uang tebusan amnesti pajak periode kedua (Oktober-Desember) lalu tidak sebesar penerimaan di periode pertama (Juli-September). 

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi menekankan, amnesti pajak sama-sama menariknya baik tahap pertama, kedua, atau ketiga. Bedanya, lanjut Ken, bila tahap pertama lalu memiliki tarif tebusan (deklarasi dalam negeri) terendah yakni 2 persen, maka tarif tebusan di periode ketiga lebih tinggi yakni 5 persen. Hanya saja, Ken menilai bahwa meski periode ketiga memiliki tarif tebusan lebih tinggi namun masyarakat tak ada pilihan lagi. Artinya, mau tak mau masyarakat harus ikut di periode ketiga bila ingin mendapat pengampunan pajak. 

"Tahap ketiga masih murah sebetulnya, karena ke depan tidak ada lagi. Mari lah, ikut Tax Amnesty sebelum kita mati," ujar Ken di Kementerian Keuangan, Selasa (3/1). 

Catatan Republika, penerimaan negara dari program amnesti pajak di akhir periode kedua yang berakhir akihir pekan lalu tak melonjak secara signifikan. Pemerintah merekap, penerimaan negara dari pembayaran uang tebusan berdasarkan Surat Setoran Pajak (SSP) hingga akhir tahun 2016 sebesar Rp 107 triliun. Artinya, sepanjang periode kedua ini program pengampunan pajak hanya menambah Rp 9,8 triliun untuk menambal defisit anggaran. Angka ini tentu jauh lebih rendah dibanding jumlah uang tebusan yang masuk pada periode pertama sepanjang Juli-September 2016 sebesar Rp 97,2 triliun. 

Sementara ditilik dari penerimaan uang tebusan berdasarkan jenis wajib pajak (WP), maka wajib pajak orang pribadi non Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) masih menyumbang penerimaan terbesar sebesar Rp 85,1 triliun atau 83 persen dari seluruh tebusan berdasarkan Surat Pernyataan Harta (SPH). Sementara wajib pajak orang pribadi UMKM "hanya" berkontribusi sebanyak Rp 4,66 triliun atau 5 persen dari total uang tebusan. 

Tak hanya itu, komitmen repatriasi harta di luar negeri pun cenderung stagnan di angka Rp 141 triliun. Bahkan dari nominal tersebut, baru sekitar Rp 67 triliun yang sudah masuk ke Indonesia. Catatan pemerintah, hingga pekan terakhir Desember 2016 ini jumlah deklarasi harta luar negeri menyentuh Rp 1.010 triliun atau 24 persen dari total deklarasi harta. Sementara deklarasi harta di dalam negeri tetap mendominasi dengan nilai Rp 3.104 triliun atau 73 persen dari keseluruhan deklarasi harta. N Sapto Andika Candra

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement