Kamis 05 Jan 2017 19:53 WIB

KPK Belum Terima Rancangan Resmi Perppu KPK

Juru bicara KPK Febri Diansyah
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Juru bicara KPK Febri Diansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK belum menerima rancangan resmi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Kami mendengar ada draft yang beredar, tapi secara kelembagaan kami belum pernah menerima itu, tentu kami harus cek dulu draft itu benar (ada) atau tidak," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK Jakarta, Kamis (5/1).

Namun, katanya, sebagai pelaksana undang-undang porsi KPK adalah melaksanakan aturan hukum yang berlaku dan perppu merupakan kewenangan presiden, kalau memang presiden menginginkan penguatan terhadap pemeberantasan korupsi, tentu itu akan baik

Sebelumnya di media massa dan media sosial beredar kabar bahwa kewenangan penuh KPK dalam menyelidik, menyidik dan menuntut tindak pidana korupsi sehingga menghilangkan peranan kejaksaan dan kepolisian.

"Kami belum bisa banyak bicara soal draft perppu yang beredar tersebut karena secara kelembagaan kita juga belum melakukan apa-apa dan kita juga belum tahu apakah draft itu benar atau tidak," tambah Febri.

Dalam dokumen bernomor B-930/F.1.2/Fs/12/2016 yang dikeluarkan pada 27 Desember 2016 dengan tertera tanda tangan Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Kepala Bagian Tata Usaha Andi Darmawangsa disebutkan ada ketentuan Pasal 11 menjadi ayat (1) yang berbunyi, "Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dalam Pasal 6 huruf c, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan semua tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang hasil tindak pidana korupsi."

Ayat (2), "KPK merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang hasil tindak pidana korupsi."

Pasal 11 berbunyi, "Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dalam Pasal 6 huruf c, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang: (a) melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara; (b) mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau (c) menyangkut kerugian negara paling sedikitnya Rp1 miliar."

Selanjutnya ada juga penambahan Pasal 68A pada ayat 2 yang menyatakan KPK memiliki wewenang untuk menghentikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Sebelumnya, KPK tak memiliki wewenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Namun Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) membantah adanya rancangan perppu tersebut.

"Bahwa adanya Perppu KPK itu tidak benar," kata Ketua Umum PJI yang juga Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Noor Rachmad.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement