REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Gerindra di DPR bersikukuh mengusulkan jumlah ambang batas pengajuan calon presiden (presidential threshold) pada Pemilu 2019 menjadi nol persen. Hal ini sesuai prinsip daftar inventarisasi masalah (DIM) dalam penyusunan Rancangan Undang-undang Pemilu yang salah satu kesepakatannya terkait penguatan demokrasi.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Gerindra, Ahmad Riza Patria mengatakan bentuk implementasi dari penguatan demokrasi tersebut yakni dengan menurunkan presidential threshold maupun ambang batas parlemen (parlementary threshold). Ia pun meminta komitmen semua pihak menaati kesepakatan tersebut.
"Artinya penguatan ini jangan nyaring diucapkan, namun enggak pernah diimplementasikan dalam regulasi pelaksanaan. Karena faktanya threshold presiden besar, kemudian parlemen, itu bukti bahwa kita hanya bicara penguatan demokrasi sebagai wacana tapi implementasi nol," kata Riza di dalam diskusi bertajuk 'RUU Pemilu dan Pertaruhan Demokrasi' di Cikini, Jakarta, Sabtu (14/1).
Karenanya, Gerindra pun meminta agar dua ambang batas tersebut diturunkan dalam Pemilu 2019 mendatang. Ia pun menegaskan partainya siap bertarung dengan partai kecil sekalipun. Menurut dia, jangan sampai regulasi, partai politik, parlemen mereduksi, membredel, maupun mengurangi kepentingan rakyat.
"Kalau benar demokratis, biarkan rakyat memilih siapa yang duduk di parlemen dan presiden. Maka kita sepakat presiden threshold ini dihapuskan," kata Ketua DPP Partai Gerindra tersebut.
Menurut dia, dengan diturunkannya parlemen threshold memungkinkan wakil-wakil rakyat berasal dari beragam partai politik. "Kita bilang bhineka tunggal ika, tapi di parlemen enggak ditunjukan, kalau bisa nol persen. Nah nanti pembatasannya, dari parlemen di fraksi dari fraksi threshold," kata dia.
Begitu pun dengan presidential threshold akan melahirkan calon presiden yang lebih beragam. Menurutnya, Pemilu serentak 2019 mendatang juga tidak memungkinkan diberlakukan presidensial threshold berdasarkan Pemilu 2014 lalu.
"Karena sistemnya serentak, karena pemilu lalu tidak bisa dijadikan acuan, karena partai itu dinamis, jangan pemilu lalu dipakai buat saat ini yang sudah jelas berbeda, dan parpol ini dinamis," kata dia.