Senin 16 Jan 2017 17:36 WIB

Ekspor Konsentrat Longgar, Perusahaan Tambang Diminta Taat Bayar Pajak

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
 Aktivitas penambangan di areal pertambangan Grasberg PT Freeport, Mimika, Papua.
Foto: Reuters/Stringer
Aktivitas penambangan di areal pertambangan Grasberg PT Freeport, Mimika, Papua.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah mengingatkan pemegan Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUP), bahkan yang masih berstatus Kontrak Karya (KK) untuk tetap tunduk pada aturan perundang-undangan yang berlaku. Terlebih, dalam beleid teranyar yang dirilis pemerintah tentang pelonggaran ekspor konsentrat mewajibkan pemegang KK untuk mentransformasi izinnya menjadi IUPK sebelumnya perpanjang izin ekspor.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, pemerintah secara bijak telah mengeluarkan regulasi baru tanpa mengabaikan kontrak terdahulu yang telah diteken antara perusahaan pertambangan dengan pemerintah. Artinya, kata Sri, pemerintah ingin membangun sebuah iklim saling menguntungkan di mana pengusaha mendapatkan kepastian berusaha, tetapi di satu sisi pemerintah mendapatkan hak-hak negara terkait penerimaan yang harus dihormati oleh pelaku usaha.

Sri melanjutkan, dalam hal pemegang status KK yang mengajukan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), pemerintah mempertimbangkan perencanaan investasi jangka panjang bagi perusahaan. Namun, di satu sisi pemerintah juga menagih komitmen pemegang IUPK untuk menunaikan kewajiban perpajakan.

"Mereka dapat izin usaha pertambangan khusus. Khususnya seperti apa, dalam UU memungkinkan mereka miliki perencanaan investasi jangka panjang. Nah, pemerintah juga harus mendapat kepastian dari sisi penerimaan negara," ujar Sri ditemui di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Senin (16/1).

Sri merinci, kewajiban perpajakan yang harus ditunaikan oleh pelaku usaha pertambangan termasuk Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan sisi royalti pertambangan. Secara umum, Sri menilai bahwa kebijakan yang terbit mengenai ketentuan ekspor konsentrat sudah dipertimbangkan secara masak di level pemerintah pusat.

Ia berencana akan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait bea keluar untuk ekspor konsetrat. Penetapan bea keluar sekaligus menjadi kompensasi pemegang IUP atau IUPK untuk membangun fasilitas pemurnian mineral tambang atau smelter.  "Kami akan tuangkan dalam PMK, untuk meregulasi ketentuan ekspor yang dikaitkan dengan kemajuan smelter," ujar dia.

Sementara itu, VP Corporate Communication PT Freeport Indonesia Riza Pratama menjelaskan bahwa pihaknya berkomitmen untuk bertransformasi dari KK menjadi IUPK. Hanya saja, terkait poin-poin pembahasan antara pemerintah dan perusahaan dalam proses perubahan status ini, Riza menyebutkan bahwa pihaknya belum bisa memastikan sejauh apa perubahan yang bakal disepakati.

"Dari KK ke IUPK tentu ada dampak-dampak yang harus perusahaan antisipasi. Ini yang sedang kami dalami," kata Riza.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement