REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) merevitalisasi fungsi dan peran Komite Sekolah melalui Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016. Komite Sekolah dianggap tidak hanya bertugas menggalang dana dari orang tua murid.
"Terkait Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 intinya itu untuk berikan rambu-rambu yang jelas tentang tugas seperti apa Komite Sekolah," kata Irjen Kemdikbud, Daryanto di kantor Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Senin (16/1). Ia menambahkan, melalui regulasi itu, Kemdikbud mewajibkan Komite Sekolah meningkatkan mutu dan pelayanan pendidikan dengan prinsip gotong royong, jelas, transparan dan akuntabel.
Selain itu, Daryanto menuturkan Pasal 3 Komite Sekolah memberikan pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan, terkait, pertama, kebijakan dan program sekolah, penyusunan rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah/rencana kerja dan anggaran sekolah (RAPBS/RKAS), kriteria kinerja sekolah, kriteria fasilitas pendidikan di sekolah, kriteria kerja sama sekolah dengan pihak lain.
Kedua, menggalang dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat baik perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri maupun pemangku kepentingan lainnya melalui upaya kreatif. Ketiga, mengawasi pelayanan pendidikan di sekolah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Keempat, menindaklanjuti keluhan, saran, kritik dan apresiasi dari peserta didik, orang tua/wali murid, dan masyarakat serta hasil pengamatan Komite Sekolah atas kinerja sekolah. Kemudian, Daryanto mengungkapkan, Pasal 4 mengatur tentang keanggotaan Komite Sekolah.
Komite Sekolah terdiri dari maksimal 30 persen tokoh masyarakat, maksimal 50 persen orang tua atau wali murid, dan maksimal 30 persen pakar pendidikan. Anggota Komite Sekolah berjumlah paling sedikit lima orang, paling banyak 15 orang.
"Komite Sekolah melaksanakan tugas dengan Dewan Pendidikan baik yang ada di provinsi maupun kabupaten/kota. Dinas pendidikan mitra juga," ujar dia. Ia mengingatkan, anggota Komite Sekolah tidak boleh berasal dari unsur pendidik dan tenaga kependidikan dari sekolah yang bersangkutan, penyelenggara sekolah yang bersangkutan, pemerintah desa, forum koordinasi pimpinan kecamatan, forum koordinasi pimpinan daerah, anggota DPRD serta pejabat pemerintah/pemda yang membidangi pendidikan.
Daryanto mengatakan, regulasi itu melarang Komite Sekolah, pertama, menjual buku pelajaran, perlenglapan bahan ajar lainnya, atau pakaian. Kedua, tidak boleh ada pungutan dari peserta didik atau orang tua. Sehingga Kemdikbud menentukan, Komite Sekolah hanya mengenal sumbangan atau bantuan.
Ketiga, mencederai integritas. Keempat, mengambil dan mengadakan kegiatan untuk mengambil keuntungan ekonomi. Kelima, memanfaatkan aset sekolah untuk kepentingan pribadi. Keenam, melakukan kegitan yang bersifat politik praktis. Ketujuh, melakukan kegiatan di luar kewenangan yang ditentukan.
Selain itu, Daryanto mengatakan, Komite Sekolah wajib membuat laporan untuk orang tua wali murid dan masyarakat melalui pertemuan berkala, minimal enam bulan sekali. "Akan kami dorong, rekomendasi ke pengawas sekolah, bahwa di sekolah itu tak ada pungutan liar. Itu pakta integritas untuk awasi mereka," jelasnya.