Ahad 29 Jan 2017 20:36 WIB

Tidak Lagi Menjadi Pembina GMBI, FPI Sebut Anton Charliyan Cuci Tangan

Rep: Mabruroh/ Red: Agus Yulianto
Kapolda Jawa Barat, Irjen Pol Drs Anton Charliyan
Foto: inibiodata.com
Kapolda Jawa Barat, Irjen Pol Drs Anton Charliyan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolda Jawa Barat Irjen Anton Charliyan (AC) tidak lagi menjadi pembina GMBI sejak (21/1) lalu. Kendati demikian Front Pembela Islam (FPI) meminta agar polri tetap mengusut AC bukan justru memberikan kesempatan AC untuk cici tangan.

"Tetap (proses) masa dia mau cuci tangan," ujat Ketua Umum FPI, Ahmad Sobri Lubis saat dikonfirmasi di Jakarta, Ahad (29/1).

Menurutnya peristiwa bentrokan di Mapolda Jawa Barat antara FPI dan Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) terjadi semasa AC masih menjabat sebagai pembina GMBI. Artinya pada saat itu AC masih bertanggung jawab atas apa-apa yang menimpa anggot FPI. 

"Ya tetap, kan kejadian peristiwanya di saat dia menjadi pembina. Dia mengerahkan orang bersenjata bawa senjata tajam bawa balok dan kami punya rekaman dan buktinya," kata Sobri.

Jika polri tidak menindak AC dengan cara melepaskan jabatan pembina GMBI tersebut, kata Sobri, maka tidak masalah. Hanya saja, pihaknya dapat menilai bagaimana profesionalitas polri dalam menindak anggotanya di dalam internal polri sendiri.

"Itu namanya profesional kepolisian yang kami tuntut.  Kalau orang lain gampang banget, tapi ini kejahatan anggota polri sendiri melakukan perbuatan itu. Kami mau lihat bagaimana sikapnya, bisa dia menegakkan hukum ke dalam? Itu namanya ada keadilan, itu yang kami tuntut di sini," ucapnya.

Ditambahkan oleh juru bicara FPI, Slamet Ma'arif bahwa pihaknya belum menerima konfirmasi dari pihak polri terkait point-point yang diajukan saat unjuk rasa di Mabes Polri pada (16/1). Terakhir, menurut Ma'arif, masih ditampung. "Ditampung tapi sampai sekarang belum ada realisasinya," kata dia melalui pesan singkat.

Tidak ada tanggapan dari polri, sambungnya, membuktikan bahwa keadilan di Indonesia memang sedang krisis. Aparat penegak hukum dianggap tebang pilih dalam memproses laporan dari masyarakatnya. "Emang ini negara sedang krisis keadilan, Penegakan hukum terlihat tebang pilih dilihat dulu siapa orangnya," ujar Maarif.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement