REPUBLIKA.CO.ID, CIANJUR -- Polres Cianjur, Jabar, menangkap S (53) pelaku kasus trafficking bermodus pemberangkatan Tenaga Kerja Indonesia ke Timur Tengah. Meskipun larangan ke wilayah iyu masih berlaku, namun S mampu mengirimkan TKI dengan imbalan uang belasan juta rupiah.
Kasatreskrim Polres Cianjur, AKP Benny Cahyadi, di Cianjur, Kamis (2/2), mengatakan, tertangkapnya S berdasarkan laporan warga tentang maraknya pemberangkatan TKI ke Timur Tengah, meskipun telah diberlakukan moratorium TKI pada tahun 2011, dimana TKI tidak diperbolehkan berangkat ke Timur Tengah.
"Kami melakukan penyidikan dan mendapatkan nama pelaku, saat ditangkap di dalam mobil bersama pelaku kami mengamankan 8 orang perempuan yang merupakan calon TKI atau korban," katanya.
Selama ini, tutur dia, pelaku merekrut tenaga kerja dari berbagai wilayah di Cianjur dengan janji bekerja di luar negeri, bahkan mereka yang berminat dijanjikan sudah langsung bekerja sesampainya di negara tujuan. Sejak beberapa tahun terakhir, pelaku telah memberangkatkan lebih dari 100 orang, dengan keuntungan belasan juta rupiah dari satu orang yang diberangkatkan.
"Pelaku mendapatkan fee dari satu orang TKI sebesar Rp15 juta. Jaringan penyalur TKI ilegal sudah terstruktur secara luas, bahkan di Jakarta terdapat penampungan. Kami masih mengembangkan kasus tersebut, untuk mencari mata rantai pelaku trafficking bermodus TKI," katanya.
Untuk pelaku yang telah diamankan dikenakan pasal 102 Undang-undang nomor 13/2003 tentang tenaga kerja dengan ancaman hukuman penjara di atas 5 tahun. Sedangkan S pelaku trafficking, mengaku telah menjalankan aksinya sejak tahun 2010, dimana penyaluran TKI atau TKW ke Timur Tengah masih diperbolehkan. Sejak keluarnya moratorium, dia sempat berhenti, kemudian kembali menjadi penyalur setelah diminta agens TKI di Jakarta.
Sementara korban pemberangkatan TKI Ilegal ke Timur Tengah, mengatakan, tidak mengetahui adanya moratorium atau larangan pemberangkatan TKI ke belasan negara di Timur Tengah. Mereka berniat untuk memperbaiki ekonomi keluarga karena bekerja sebagai TKi gajinya besar dan sangat mengiurkan.
"Kami tidak tahu adanya moratorium pemberangkatan TKI ke 21 negara di Timur Tengah. Bahkan pada tahun 2012, tepat setahun pasca moratoirum keluar, saya sempat bekerja di Arab Saudi dan ingin kembali bekerja di sana," kata Nuraisah (23) warga Desa Sukamanah, Kecamata Agrabinta.