REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarah Islam memiliki riwayat panjang di Asia Tengah. Konon risalah Muhammad SAW hadir di kawasan ini sejak abad ke-7 M. Sejak saat itu, Islam telah masuk sebagai bagian integral dari budaya Tajik.
Lambat laun Islam menjadi agama mayoritas di wilayah Asia Tengah. Demikian halnya di Republik Tajikistan. Di negara yang berbatasan dengan Afganistan, Uzbekistan, dan Tiongkok di sebalah Timur ini. Sekitar 98 persen warga Tajikistan Muslim dengan persentase 95 persen bermazhab Suni dan 3 persen bermazhab Syiah.
Di antara agama-agama lain, Kepercayaan Ortodoks Rusia dipraktikkan hanya oleh orang Rusia yang tinggal di negara tersebut, meskipun komunitas Rusia menyusut secara signifikan pada awal 1990-an. Selain itu ada juga beberapa kelompok Kristen dan Yahudi.
Meski mayoritas, sekularasi begitu mengakar di negara yang beribukotakan Dushanbe ini. Sekularisasi begitu menggurita sejak Uni Soviet menguasai wilayah ini.
Soviet melakukan kontrol politik di Tajikistan selama tujuh dekade. Namun, selama masa itu, para pembuat kebijakan tidak mampu menghilangkan atau menghapus tradisi Islam yang ada di masyarakat. Soviet melakukan kampanye anti-Islam dari akhir 1920-an sampai 1930-an.
Pada periode ini, banyak fungsionaris Muslim tewas dan pelajaran agama dibatasi secara ketat. Setelah serangan Jerman ke Uni Soviet pada 1941, kebijakan resmi terhadap Islam dimoderasi.
Salah satu perubahan yang terjadi adalah pembentukan otoritas Islam pada 1943 untuk Asia Tengah, yaitu Dewan Muslim dari Asia Tengah. Bersama dengan tiga organisasi serupa untuk daerah lain dari Uni Soviet yang memiliki populasi Muslim yang besar, pemerintahan ini dikontrol oleh Kremlin, yang memerlukan loyalitas dari para pejabat agama.
Pada awal 1960-an, rezim Nikita Khrushchev meningkatkan propaganda anti-Islam. Kemudian, pada beberapa kesempatan pada 1970-an dan 1980-an, kepemimpinan Kremlin menyerukan upaya baru memerangi agama, termasuk Islam.
Biasanya, kampanye seperti ini termasuk membuat masjid untuk kegiatan sekuler, mencoba mengidentifikasi ulang adat Islam terkait dengan nasionalisme bukan agama, dan melakukan propaganda dan menghubungkan Islam dengan keterbelakangan, takhayul, serta kefanatikan.
Permusuhan resmi terhadap Islam tumbuh pada 1979 dengan keterlibatan militer Soviet di dekat Afghanistan dan ketegasan meningkatnya revivalis Islam di beberapa negara. Meskipun semua upaya ini, Islam tetap merupakan bagian penting dari identitas Tajik dan masyarakat Muslim lainnya dari Tajikistan melalui akhir era Soviet dan tahun-tahun pertama kemerdekaan.