REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) mendesak tindakan tegas bagi atlet nasional yang menggunakan doping. Menpora Imam Nahrawi menegaskan, sanksi larangan tampil seumur hidup dari arena olahraga bisa saja diterapkan jika sangkaan penggunaan asupan terlarang bagi atlet tersebut terbukti.
Imam meminta, skandal penggunaan doping dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) 2016, harus diungkap kebenarannya. "Saya akan pastikan kasus ini ditindaklanjuti dengan serius. Tapi harus tetap hati-hati, karena menyangkut masa depan atlet," kata dia di Kemenpora, Jakarta, Rabu (11/1).
Imam menilai, penggunaan asupan terlarang para atlet tersebut, mencoreng sportivitas dan membuat jelek upaya peningkatan prestasi keolahragaan nasional. "Sanksi olahraga terhadap atlet (pengguna doping) bisa saja diberlakukan seumur hidup jika terbukti. Ini, jangan dianggap sebelah mata," ujar dia.
(Baca juga: Menpora: Sosialisasi Kunci Tangkal Doping)
Baru-baru ini, Panitia Besar (PB) PON Jabar mengungkapkan temuannya tentang 14 nama atlet yang terindikasi mengkonsumsi doping. Sebanyak 12 atlet di antaranya peraih medali. Dua lainnya atlet di Peparnas (Pekan Paralimpik Nasional) 2016.
Dari 12 atlet PON, tujuh atlet berasal dari cabang olahraga (cabor) binaraga dan dua dari menembak. Satu atlet dari cabor berkuda dan satu lainnya dari angkat berat. Sedangkan dua atlet Peparnas, yaitu atlet tenis meja dan atletik.
Imam menambahkan, skandal doping dalam PON Jabar ini, menjadi salah satu catatan buruk dalam gelaran olahraga di dalam negeri. Data yang dia dapat, penggunaan doping di lingkungan para atlet nasional, semakin banyak.
Ia mengatakan, saat PON Riau 2012 silam, penggunaan doping terindikasi tercatat ada tujuh atlet. Jumlah tersebut, meningkat dalam PON Jabar kemarin.
Meski demikian, Imam juga menilai, meningginya angka penggunaan doping di lingkaran atlet nasional lantaran minimnya sosialisasi. Menurut dia, Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI) tak bekerja maksimal mengkampanyekan larangan doping. Seain itu, banyak atlet yang sulit memastikan asupan yang dikonsumsi tergolong terlarang atau tidak.
Sebab itu, menteri dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut, menghendaki adanya penguatan fungsi LADI. Namun, sampai hari ini, meski otoritas pemeriksa doping milik Indonesia itu ada, akan tetapi belum diakui dunia. Badan Anti Doping Dunia (WADA), tak mengakui keberadaan LADI. Hal tersebut, membuat pemeriksaan sampel doping di Indonesia, harus dilakukan di Thailand ataupun India.