REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi resmi bebas bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Kota Bandung, Jumat (1/2/2024). Ia tetap harus melakukan wajib lapor.
"Beliau (Imam Nahrawi) bebas dan menjalani pembebasan bersyarat," ujar Kadivpas Kemenkumham Jabar Kusnali, Jumat (1/2/2024).
Selama menjalani pembebasan bersyarat, kata dia, Imam Nahrawi tetap wajib melapor ke Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bandung. Namun, Kusnali belum memberitahukan masa Imam Nahrawi menjalani wajib lapor.
"Menjalani pembebasan bersyarat sampai habis masa pembimbingannya dan pengawasannya, dia harus wajib lapor ke Bapas setempat," katanya.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 7 tahun penjara terhadap Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi. Imam dinilai terbukti bersalah dalam kasus suap dana hibah Kemenpora kepada KONI dan penerimaan gratifikasi sebesar Rp 8,3 miliar.
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa berupa pidana penjara selama 7 tahun, dan pidana denda sebesar 400 juta subsidiair 3 bulan kurungan," ujar Hakim Ketua Rosmina saat membacakan amar putusan Imam Nahrawi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (29/6).
Selain pidana badan, Imam juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti senilai Rp18.154 238,82. Jika tidak dibayarkan, maka harta benda milik Imam Nahrawi akan disita dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. "Jika harta benda terdakwa belum juga cukup untuk membayar uang pengganti, maka terdakwa dikenakan pidana penjara selama 2 tahun," kata hakim.
Selain itu, Imam juga dikenakan hukuman tambahan dengan pencabutan hak politik selama 4 tahun setelah menjalani masa pidana penjara. Majelis Hakim juga menolak permohonan status justice collaborator yang diajukan oleh Imam Nahrawi.
Sebelumnya, Imam Nahrawi dituntut jaksa KPK dengan hukuman 10 tahun serta pidana denda sejumlah Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Dia juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 19,1 miliar dalam waktu satu bulan.
Jaksa juga menuntut agar hak politik Imam dicabut selama lima tahun setelah menjalani pidana pokok. Jaksa menyebut Imam terbukti menerima suap sebesar Rp 11,5 miliar bersama asisten pribadinya Miftahul Ulum. Suap itu ditujukan untuk mempercepat proses dana hibah KONI pada 2018.