REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Petani kolam jaring apung Waduk Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, hanya bisa pasrah. Pasalnya, saat ini, budidaya ikan air tawar ini mengalami mati masal. Tak tanggung-tanggung, dari satu hamparan kolam apung, ikan yang matinya mencapai 70 persen.
Ketua Himpunan Pembudidaya Ikan (Hipni) Kolam Jaring Apung (KJA) Waduk Jatiluhur, Darwis, mengatakan, kematian ikan masal ini akibat cuaca ekstrim. Akibatnya, oksigen dalam air Waduk Jatiluhur menurun drastis. Sampai, menderkati nol. Dengan kondisi ini, ikan tak bisa bertahan hidup. Makanya, banyak yang mati.
"Oksigennya //ngedrop//, ikan jadi mati. Selain itu, juga terjadi upwelling," ujar Darwis, kepada Republika, Selasa (14/2).
Menurut Darwis, saat ini kolam yang aktif mengalami penurunan. Pascabergulirnya isu KJA yang harus dikosongkan. Dari 30 ribu kolam yang ada, saat ini yang aktif masih tanam ikan mencapai 50 persennya. Atau sekitar 15 ribu unit.
Dikarakan Darwis, pembudidaya mulai tanamnya sejak Desember 2016 kemarin. Namun, saat ini, harga jual mengalami penurunan. Biasanya antara Rp 15-20 ribu per kilogram untuk ikan emas menjadi Rp 10-15 ribu per kilogram.
Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta, Sri Wuryasturati, mengatakan, tidak ada masalah bila hasil panen ikan di Waduk Jatiluhur berkurang. Sebab, spot penghasil ikan air tawar tak hanya di Waduk Jatiluhur. Masih ada sentra penghasil ikan lainnya. "Jadi, kalaupun kolam apung di Jatiluhur tidak ada ikan, pasokan ikan budidaya masih cukup banyak," ujarnya.