REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina melaporkan sebanyak 79 korban jiwa tewas akibat virus flu burung H7N9 pada Januari. Angka ini jauh melebihi jumlah kematian dalam beberapa tahun terakhir dan memicu kekhawatiran penyebaran virus mematikan di musim dingin ini.
Kabar yang dirilis oleh Komisi Kesehatan dan Keluarga Berencana Nasional, pada Selasa (14/2), menyebutkan, korban tewas sejak Oktober sebesar 100 jiwa. Total pada Januari jauh melampaui angka di periode yang sama selama tiga tahun terakhir, yang biasanya berkisar di angka 20 dan 31.
Sekitar 192 orang terinfeksi virus bulan lalu. Itu artinya total korban yang terinfeksi H7N9 sejak Oktober mencapai 306 orang.
Data terbaru akan memperkuat kekhawatiran tentang penyebaran virus antara manusia di negara tetangga, Korea Selatan dan Jepang. Dua negara itu juga mengalami masalah dengan wabah unggas tersebut.
Ahli pengendalian penyakit Cina telah memperingatkan masyarakat untuk tetap mewaspadai virus H7N9. Virus biasanya menyerang di musim dingin dan musim semi. Petani dalam beberapa tahun terakhir melakukan langkah preventif untuk mencegah penyakit.
Banyak kota-kota besar di negara produsen ayam broiler ketiga dunia dan konsumen unggas terbesar kedua ini menutup beberapa pasar unggas hidup setelah infeksi menyerang ayam dan manusia. Cina telah mengkonfirmasi lima wabah flu burung pada unggas musim dingin ini dan menyebabkan pemusnahan lebih dari 175 ribu unggas.
Infeksi yang luas tidak hanya dapat menyebabkan risiko kesehatan tapi juga kerugian keuanga yang cukup besar. Wabah besar terakhir di Cina 2013 lalu menyebabkan kerugian lebih dari 6 miliar dolar AS pada sektor pertanian.