REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dilihat dari sejarah masa lalu, masyarakat Indonesia pada dasarnya sudah mengenal adanya gapura sejak zaman Majapahit. Ini dibuktikan dengan ditemukannya Gapura Bajangratu di Dukuh Kraton, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Gapura ini diperkirakan merupakan salah satu peninggalan masa Majapahit.
Bangunan peninggalan Majapahit ini berbentuk paduraksa (bangunan berupa pintu gerbang dengan atap yang menyatu) yang kiri-kanannya bersayap dan bagian-bagiannya dihiasi relief-relief yang jarang ditemukan pada sebuah gapura.
Pada sudut-sudut kaki gapura masing-masing terdapat panel-panel yang pada bagian depannya dihiasi dengan relief , meski keadaannya kini sudah aus. Hiasan pada panel pertama (secara samar-samar) berupa dua orang berdiri dikelilingi oleh sulur-sulur, mungkin seorang pria dan wanita.
Panel kedua terdapat seekor ikan paus yang menyemburkan air, di atasnya ada hiasan menyerupai bonggol rumput di tengah riak air atau kalajengking yang berkaki enam dengan sengatnya. Pada panel kiri digambarkan seorang wanita mengendarai ikan paus yang dipahatkan serupa dengan relief sebelumnya.
Selain itu, di kompleks Makam Sendang Duwur, Lamongan, Jawa Timur, masyarakat setempat kerap menyebutnya Masjid Sendang Duwur atau Makam Sunan Sendang juga terdapat pula gapura bersayap. Penamaan ganda oleh masyarakat disebabkan adanya berbagai jenis kekunaan di petilasan Sendang Duwur yang terdiri atas masjid baru, Cukup Makam yang paling dikeramatkan (makam utama), bangunan bagian utara (gerbang timur laut, gerbang F dan gerbang E), sedangkan di bagian barat kompleks terdapat gapura bersayap B.
Salah satu hal yang amat menarik perhatian dari kompleks makam abad XVI M (C 1507) ialah hadirnya seni hias bangunan gapura padureksa, yang berbentuk sayap pada bagian kiri dan kanan paduraksa, sementara hiasan kepala dan badan burung atau anggota lain dari satwa tersebut terdapat pada bagian atas/kemuncak paduraksa. Di Sendang Duwur, paduraksa bersayap tersebut masing-masing terdapat di barat mesjid (gerbang B) dan utara mesjid (gerbang E).
Gapura ini melambangkan burung garuda sedang terbang dengan pola-pola hias yang dianggap oleh seorang arkeolog sebagai perlambangan yang memiliki hubungan dengan hal-hal sakral dan kedewataan. Perlambangan-perlambangan itu diwujudkan sebagai gapura bersayap, gapura surga, atau gapura matahari.