REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Bidang Yudisial M. Syarifuddin menuturkan, MA sudah merespons permohonan Kemendagri terkait permintaan fatwa atas perbedaan tafsir sejumlah pasal yang digunakan untuk memberhentikan sementara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Syarifudin mengatakan, jawaban kepada Kemendagri itu tidak untuk memperjelas status hukum Ahok, yakni apakah layak diberhentikan sementara atau tidak.
"Ya tidak (mengeluarkan fatwa), karena ada gugatan (di pengadilan) itu, dan gugatan sudah diadili, tentu kita tidak bisa memberikan pendapat karena akan ganggu indepedensi hakim," kata dia di Jakarta, Selasa (21/2).
Apalagi, kata Syarifuddin, polemik tersebut juga digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Karena adanya gugatan yang dilayangkan ke PTUN itu, dan juga karena perkara kasus penistaan agama itu masih dalam proses di pengadilan, MA pun memutuskan untuk tidak memberikan fatwa sebagai bentuk pendapat MA atas polemik perbedaan tafsir terkait pemberhentian sementara Ahok.
Karena itu, MA mengembalikan keputusan atas polemik tersebut kepada Mendagri. "Kita tidak memberikan pendapat karena sudah ada gugatan TUN yang masuk ke peradilan TUN. Mengenai itu, kalau kita berikan fatwa, itu akan mengganggu independensi hakim," kata dia.
Menurut Syarifuddin, kalau MA mengeluarkan fatwa atas polemik itu, sama saja MA memutus perkara itu. Padahal, proses di pengadilan harus tetap berjalan. "Iya dong, sama saja seperti itu. Kalau kita beri fatwa, kayak kita yang mutus dong, kan pengadilan mesti berjalan," ujar dia. Karena itu, MA menyerahkan kepada Kemendagri.