Rabu 22 Feb 2017 17:00 WIB

Dokter Harus Memiliki Kesabaran.

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Agung Sasongko
Praktik kedokteran Islam tempo dulu (ilustrasi).
Foto: wordpress.com
Praktik kedokteran Islam tempo dulu (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Seorang dokter harus memiliki kesabaran. Ia harus merawat pasiennya selama dia bisa walaupun perilaku pasien yang kurang baik kadang mengganggunya. Seorang dokter tidak boleh meninggalkan pasiennya. Menurut Abbas Vesim, dokter yang hidup di abad ke-18, seorang dokter harusnya mampu memaafkan kelakuan buruk pasiennya.

Vesim mengatakan, seorang dokter tak seharusnya membalas kelakukan pasiennya yang tidak sopan. Ia dituntut untuk mampu mengabaikan tindakan-tindakan kasar pasien. Ia harus bertindak profesional dalam kerangka pengobatan dan tidak menghentikan pengobatan karena merasa tersinggung. Dokter harus bersikap sabar.

Sebagai balasan kesabaran dokter terhadap pasiennya, kata Vesim, pasien memiliki tanggung jawab untuk mematuhi cara pengobatan dan mengonsumsi obat yang telah diresepkan dokter. Pun, bertindak sesuai nasihat dokter dalam pengobatan penyakitnya. Apabila mengabaikan saran dokter, hal itu dapat membahayakan pasien dan dokternya.

Tanggung jawab bersama tersebut digambarkan oleh Siyahi, seorang dokter pada abad ke-16. Menurut Siyahi, pasien yang hanya melaksanakan sebagian saran dokter tak kunjung sembuh dari penyakitnya. Jika hal itu terjadi, kesalahan biasanya ditimpakan pada dokter.

Oleh karena itu, pasien seharusnya melaksanakan semua saran dokter secara menyeluruh, bukan setengah-setengah. Pasien tidak boleh campur tangan dalam pekerjaan dokter. Abbas Vesim menasihati dokter tidak mendekati pasien yang tidak mematuhi saran-saran dokter sesuai pendapat Siyahi.

Menurut Vesim, dalam keadaan di mana pasien tidak mau mengikuti saran dokter, dokter boleh mengabaikan sikap kesabaran. Dokter, kata dia, berhak meninggalkan pasiennya. Jika seorang pasien meragukan pengobatan seorang dokter, dokter itu bisa segera memutuskan hubungannya dengan pasiennya itu.

Vesim menambahkan, jika seorang pasien mengacaukan nasihat pengobatan seorang dokter, bahkan melakukan perubahan terhadap resep-resep yang diberikan, serta bertindak atas kehendaknya sendiri; tindakan itu telah dianggap melawan hukum kedokteran. Akibatnya, kesalahan tidak dapat dihindari.

Oleh karena itu, pasien yang tidak bisa diajak bekerja sama harus ditinggalkan dan dokter tidak boleh memaksakan diri merawatnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement