REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Kantor Penghubung Komisi Yudisial (KY) wilayah Sumatera Utara diresmikan tadi siang, Kamis (2/3). Adanya kantor penghubung ini bertujuan untuk memudahkan masyarakat dalam membantu pengawasan terhadap para hakim.
Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari mengatakan, kantor penghubung wilayah Sumut merupakan yang kedua diresmikan di Indonesia setelah Semarang, Jawa Tengah. "Dengan adanya kantor ini di Sumut, saya berharap masyarakat lebih dapat mengenal KY. Kami akan mensosialisasikan kepada masyarakat sehingga mereka mudah mengakses KY, seperti melakukan pengaduan, memberi informasi dan lain-lain," kata Aidul usai meresmikan kantor penghubung KY wilayah Sumut di Jl STM Ujung Nomor 74, Medan, Kamis (2/3).
Aidul mengatakan, kantor penghubung ini bersifat kewilayahan dan bukan provinsi. Provinsi Aceh pun berada di bawah wewenang kantor penghubung wilayah Sumut. Saat ini, sebutnya, ada 12 kantor penghubung yang telah berdiri di Indonesia. Namun, belum semua kantor ini diresmikan.
"Ke depan kita berharap setiap provinsi ada kantor penghubung mengingat luas wilayah pengawasan KY itu sangat besar," ujar dia.
Aidul mengatakan, ada sekitar 7.600 hakim dan 800 pengadilan yang harus diawasi oleh KY. Hal ini, lanjutnya, tentu membutuhkan rentang kendali yang cukup luas.
Kantor penghubung wilayah Sumut ini pun, menurutnya, cukup penting karena laporan yang masuk ke KY dari provinsi ini termasuk yang paling besar. Sumut, tepatnya Medan, berada di posisi ketiga setelah Surabaya, Jawa Timur, dan DKI Jakarta. "Pertama, itu bisa jadi menyangkut kesadaran masyarakat Sumut terhadap hukum dan peradilan. Kedua, betul-betul memang ada pelanggaran. Tapi, dari segi pelanggaran, yang terbukti diberi sanksi hanya 11 hakim itupun pelanggaran ringan," kata Aidul.
Di tahun 2017 ini, Aidul mengatakan, KY akan memproritaskan diri pada pencegahan, termasuk di dalamnya peningkatan pemahaman kode etik para hakim, terutama di daerah-daerah yang laporannya tinggi seperti Sumut. Menurut dia, permasalahan kode etik ini merupakan yang paling sering dilanggar oleh para hakim.
"Untuk laporan tahun 2016, dari Sumut ada 160, yang kami beri sanksi 11, yaitu sanksi ringan. Umumnya pelanggarannya bertemu para pihak berperkara atau memberi kesan. Di kode etik memberi kesan saja tidak boleh. Sanksi ringannya teguran atau pernyataan tidak puas," ujar Aidul.