REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara terdakwa kasus korupsi pengadaan KTP El, Irman dan Sugiharto, Soesilo Aribowo berpendapat kliennya bukan pelaku utama dalam dugaan korupsi tersebut. Sebab, menurutnya, kasus korupsi tersebut terjadi pada tahap penganggaran, di sana ada hak budgeting yang dimiliki DPR.
"Kalau kita lihat juga di dalam dakwaan itu, bahwa peran dari terdakwa I (Irman) dan II (Sugiharto), itu saya yakini bukan sebagai pelaku yang utama," kata Soesilo seusai mengikuti persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Jakarta Pisat, Kamis (9/3).
Soesilo menyatakan, ada beberapa hal yang perlu dicermati dalam sidang dakwaan kasus KTP el tersebut. Pertama, perkara yang disidangkan sudah berlangsung lama, yakni dari tahun 2009 hingga tahun 2015.
Kedua, dakwaan yang dibacakan jaksa dibagi ke dalam dua klaster, yakni penganggaran serta pengadaan barang dan jasa. "Tapi kalau kita lihat dalam perjalanan keduanya, itu sebenarnya kerugian negara kalau kita lihat itu banyak kepada arah soal penganggaran atau soal yang bersinggungan dengan legislatif, eksekutif dan sedikit mengenai swasta," terang Seosilo.
Seperti diketahui, sidang perdana kasus mega korupsi KTP elektronik digelar pada Kamis (9/3) dengan agenda pembacaan dakwaan. Pada persidangan, Mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman,dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto, didakwa merugikan negara sebesar Rp 2,314 triliun.
Kerugian negara tersebut karena adanya penggelembungan anggaran dalam pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (KTP-el). "Terdakwa melakukan dan turut serta melakukan secara melawan hukum dalam proses penganggaran dan pengadaan KTP elektronik," ucap Jaksa Komisi Pemberantasan Irene Putrie.