REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Bvitri Susanti, mengatakan calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) harus mempu mengusung visi pembersihan bagi lembaga tersebut. Karenanya, pada saat seleksi 12 nama yang sudah terpilih, harus ada pendalaman tentang kualitas etika para calon hakim MK.
Menurut Bvitri, kriteria pertama yang harus dipenuhi seorang calon hakim MK adalah logika hukum yang kuat. Dengan demikian, interpretasi konstitusi yang dilakukan akan memiliki dasar yang kuat, baik dari segi metode maupun dasar pemikiran.
"Kedua, dalam konteks kondisi terkini, pemilihan hakim MK yang baru adalah akibat kasus yang menjerat mantan hakimnya. Berarti, kita punya kebutuhan akan calon hakim yang punya visi kuat bahwa MK harus menjadi lembaga yang benar-benar bersih," ujarnya usai mengisi diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Ahad (12/3).
Visi tersebut, tuturnya, dapat dipenuhi oleh calon yang memiliki standar etika yang sangat baik. Kriteria kedua ini dinilai penting karena standar etika hukum yang paling tinggi jika dibandingkan dengan lembaga negara lain, baik kementerian maupun DPR.
Bvitri pun menilai, 12 kandidat calon hakim MK yang kini telah lolos memiliki kualitas baik. Maka, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana proses seleksi selanjutnya dapat menelisik dua kriteria di atas.
"Kriteria pertama penting karena saat ini kualitas putusan MK dari segi argumen dan pertimbangan hukum kami lihat menurun. Kedua, kualitas etika hukum penting agar MK lebih baik," tambahnya.
Sementara itu, menurut mantan Ketua MK, Jimly Asshidiqie, calon hakim MK harus memiliki penguasaan masalah konstitusional yang baik. Syarat penting kedua, kata dia, adalah seseorang yang memiliki potensi untuk menjadi negarawan.
"Jadi, calon hakim MK ke depan haruslah orang yang siap menjadi negarawan. Jangan dibayangkan individu itu sudah sempurna sebagai seorang negarawan, tetapi dia punya sikap yang potensial menjadi seorang negarawan," ujarnya di Kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jumat (10/3) lalu.
Adapun beberapa hal yang penting diperhatikan, kata Jimly, individu tersebut tidak memiliki nafsu kekuasaan atau keuangan. "Kecuali hanya keinginan mengabdi kepada kepentingan kebangsaan dan kenegaraan," tegasnya.
Sebelumnya, Panitia Seleksi (pansel) hakim Mahkamah Konstitusi mengumumkan 12 orang yang lolos seleksi tahap pertama. Beberapa di antara nama tersebut yakni guru besar tata negara Universitas Andalas Saldi Isra dan mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf.