REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi kuartal pertama 2017 akan di bawah 5,05 persen. Salah satu faktor yang menekan pertumbuhan ekonomi belum bisa melesat lebih tinggi adalah belanja pemerintah yang sempat seret di tahun lalu. Hal ini diyakini ikut merembet kepada kontribusi terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB).
Gubernur BI Agus Martowardojo menjelaskan, meski di satu sisi pertumbuhan akan tertekan oleh belanja pemerintah yang belum optimal, tetapi perbaikan kinerja perdagangan dinilai bisa menjaga pertumbuhan di atas 5,0 persen. Selain itu, BI mencatat angka inflasi pekan kedua Maret 2017 ini sebesar 0,18 persen. Angka inflasi ini masih dikontribusikan oleh penyesuaian tarif listrik yang dilakukan Maret 2017 ini dan masih tingginya beberapa volatile food seperti cabai. Secara tahun ke tahun, BI memperkirakan angka inflasi senilai 3,81 persen.
"Pertumbuhan di bawah 5,05 persen, banyak hal karena faktor belanja pemerintah yang tertekan di tahun lalu. Kan ada pengurangan anggaran. Namun, dengan inflasi 0,18 saat ini, ini masih sejalan dengan target pemerintah," ujar Agus di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (13/3).
Agus mengatakan, secara umum indikator yang ada menunjukkan kondisi makro ekonomi Indonesia masih stabil. Beberapa risiko yang dimonitor olehg pemerintah saat ini justru utamanya berasal dari eksternal seperti rencana kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS). BI melihat bahwa langkah The Fed untuk menaikkan suku bunga sudah hampir pasti. Kondisi ini, kata Agus, diyakini sudah diantisipasi Indonesia.
"Kita mesti lebih bersiap-siap dengan kondisi dimana meminjam dalam valas itu akan menjadi mahal dan itu berdampak pada kondisi kesehatan keuangan dari korporasi-korporasi," ujar Agus.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menyebutkan bahwa berdasarkan pemantauan Kemenkeu, belanja kementerian dan lembaga di awal tahun 2017 masih lebih tinggi dibanding raihan pada 2016. Catatan pemerintah, realisasi belanja pemerintah hingga Februari 2017 mencapai Rp 168,63 triliun. Percepatan realisasi belanja pemerintah, ujarnya, bisa dilakukan berkat proses lelang yang dilakukan lebih awal di akhir tahun lalu. "Dari pemantauan awal kita, belanja KL 2017 lebih tinggi dibanding dua bulan 2016. KL itu lebih tinggi sekitar Rp 2 triliun. Dan 2016 sudah lebih ketat dibanding 2017," katanya.