REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara, Mahfud MD mengatakan Mahkamah Konstitusi (MK) harus secara terus menerus melakukan pengawasan kepada seluruh pegawainya. Pegawai harus selalu diingatkan untuk menjaga ketahanan diri dari potensi godaan pihak di luar MK.
"Pengawasan secara terus menerus kepada pegawai itu wajib dilakukan oleh MK sendiri. Sebab godaan di MK sangat besar. Orang yang berperkara berpotensi menempuh cara apapun untuk bisa menang," ujar Mahfud kepada Republika.co.id, Kamis (23/3).
Dalam konteks sengketa Pilkada, Mahfud menyebut pihak-pihak tertentu dapat melalukan berbagai cara seperti menyuap hakim, menyuap pegawai hingga mencuri dokumen. Dia memberi contoh, calon kepala daerah dapat menghabiskan modal lebih dari Rp 25 miliar untuk bertarung dalam Pilkada.
"Jika dia bisa menyuap pegawai atau hakim dengan biaya Rp 2-3 miliar kan murah. Karena itu jiwa hakim dan pegawai harus dipompa terus-menerus agar tangguh terhadap godaan," kata mantan Ketua MK periode 2008-2013 ini.
Mahfud menyarankan agar pada saat menjelang sidang-sidang yang bersifat kolektif seluruh pegawai diingatkan agar berhati-hati. Dia menai, sidang-sidang kolektif penanganan sengketa Pilkada maupun Pemilu rawan dengan berbagai godaan dari berbagai pihak.
Sebelumnya, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Arief Hidayat, mengatakan pihaknya telah memecat empat pegawai yang terlibat dalam hilangnya berkas sengketa Pilkada Kabupaten Dogiyai, Provinsi Papua. Salah satu pegawai MK yang terlibat merupakan PNS yang menjabat sebagai Kasubag Humas.
Menurut Arief, empat pegawai MK tersebut benar-benar terlibat dalam pencurian atas hilangnya berkas sengketa Pilkada. Keterlibatan keduanya berdasarkan rekaman cctv yang berada pada sistem pengamanan MK.
"Keempatnya memang terlihat dalam rekaman cctv. Keempatnya yakni dua orang satpam senior dan dua orang PNS MK. Kami sudah memecat keempat pegawai ini," tegas Arief dalam Konferensi Pers di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (22/3).