REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Golkar menegaskan menolak wacana Komisi Pemilihan Umum diisi dari kalangan partai politik.
"Golkar tidak setuju unsur parpol masuk KPU karena konstitusi kita sudah jelas mengatur bahwa KPU harus mandiri. Keberadaan kader parpol di dalam institusi itu bisa membuat KPU tidak mandiri," kata anggota Pansus Pemilu dari F-Golkar Rambe Kamarul Zaman, Jumat (24/3).
Dia mengatakan parpol bisa saja mengusulkan calon komisioner KPU namun berasal dari kalangan akademisi sehingga bukan kader partai yang ditempatkan sebagai komisioner. Menurut dia, F-Golkar setuju dengan Daftar Inventarisir Masalah (DIM) pemerintah dalam RUU Penyelenggaraan Pemilu terkait calon komisioner KPU-Bawaslu harus berhenti dari keanggotan partai politik lima tahun sebelum mengajukan diri sebagai komisioner.
"Kami setuju dengan usulan itu meskipun hasil kunjungan kerja Pansus ke Jerman dan Meksiko, anggota KPU rekomendasi dari parpol. Kalau di Indonesia tidak ada rekomendasi parpol namun yang memilih adalah parpol melalui fraksi di DPR," ujarnya.
Rambe menilai hasil kunker tersebut seharusnya sebagai bahan masukan bagi Pansus karena penerapan demokrasi di kedua negara itu dengan Indonesia berbeda terutama terkait perbedaan budaya dan konstitusi masing-masing negara.
Selain itu terkait wacana syarat minimal S2 bagi calon komisioner KPU, Rambe mengatakan Fraksi Golkar tidak setuju sebagai syarat mutlak. Hal itu menurut dia karena yang lebih penting diutamakan adalah kompetensi calon sehingga bisa membawa KPU sebagai institusi yang berintegritas dan dapat dipercaya masyarakat.