REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Saut H Sirait, mengatakan penambahan anggota komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), sebaiknya tidak diambilkan dari unsur partai politik (parpol). Komisioner dari parpol rawan ditumpangi berbagai kepentingan.
Saut menjelaskan, komisioner KPU dari kalangan parpol sudah pernah dimiliki Indonesia. Ini terjadi ketika pelaksanaan Pemilu 1999 lalu. "Saat komisioner KPU berasal dari parpol itulah hasil Pemilu 1999 terpaksa disahkan oleh Presiden. Sebab, KPU saat itu tidak mau mengakui hasil Pemilu," ujar Saut di Jakarta, Sabtu (25/3).
Kondisi ini, tutur Saut, sebaiknya dijadikan pelajaran bagi masyarakat. Dia berpendapat, dalam Pemilu, parpol-parpol sudah 'bertarung' di lapangan. "Apa iya mereka mau bertarung lagi di tataran penyelenggara pemilu? Tentu dibutuhkan komisioner yang bebas dari kepentingan manapun untuk mengatasi konflik kepemiluan," kata Saut.
Namun, dia tetap sepakat dengan wacana penambahan jumlah komisioner KPU. Menurutnya, setidaknya ada 11 komisioner untuk masa jabatan 2017-2022. Hal ini berdasarkan kepada beban kerja KPU mendatang. Dalam waktu dekat, KPU harus menyiapkan pelaksanaan Pilkada 2018. Sementara itu, Pileg dan Pilpres 2019 pun akan dilaksanakan secara bersamaan.
Dia menyarankan penambahan komisioner KPU tetap mempertimbangkan individu yang memiliki kualitas kompetensi dan integritas yang baik. "Berdasarkan pengalaman selama ini, dua hal tersebut tidak bisa ditawar," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua KPU Juri Ardiantoro, mengatakan wacana penambahan komisioner lembaga tersebut dari unsur parpol dapat memicu berbagai persoalan baru. Peluang masuknya unsur kepentingan sangat terbuka jika ada komisioner yang menjadi anggota KPU.
Juri menilai, ada unsur keberpihakan dalam wacana memasukkan unsur parpol pada penambahan anggota komisioner KPU. Keberpihakan itu mengarah kepada beberapa pihak tertentu. "Karena KPU sekarang ingin menunjukkan kepada semua pihak, termasuk kepada DPR dan pemerintah bahwa lembaga ini harus kuat dan tak bisa dipengaruhi pihak manapun. Jadi mestinya parpol harus memahami hal itu jika ada keinginan untuk memasukkan orang parpol ke dalam lembaga ini, " ujar Juri di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Jumat (24/3).