REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menara merupakan unsur penting dalam sebuah bangun an masjid. Ia hadir atas kebutuhan untuk memanggil umat menunaikan shalat, yang dengannya suara muazin dapat didengar dari jarak yang jauh.
Dalam perjalanannya, menara masjid ternyata tak sekadar berfungsi sebagai tempat mengumandangkan azan. Ia juga dimungkinkan memiliki fungsi lainnya, semisal sebagai menara pengintai atau mercusuar. Fungsi tersebut berlaku terutama bagi menara-menara masjid yang berada di tepi sungai atau di kotakota pelabuhan.
Corak menara Masjid Ribbat Shushah di Tunisia, misalnya, sangat mirip sebuah markas militer. Menara berbentuk silinder itu dibuat dengan gaya yang sangat kokoh untuk ukuran sebuah menara. Ribbat Shushah sebagai kota pelabuhan memanfaatkan menara masjid sebagai sarana untuk melakukan pengamatan lepas pantai dari balkon yang ada di atasnya.
Sejak ditemukannya pengeras suara, menara mulai kehilangan fungsi utamanya sebagai tempat muazin menyeru kan panggilan shalat. Tetapi, arsitek dan pembangun terus menganggapnya simbol paling signifikan dari arsitektur Islam. Bloom dan Blair menuliskan, menara dengan balkon-balkon sebagai mahkota nya adalah tanda keabadian dan universalitas Islam.
Pada masa awal perkembangan arsitektur masjid, ada beberapa bentuk dasar menara masjid. Tetapi, dalam bentuk yang paling awal, seperti bentuk menara Masjid Nabawi dan Masjid Damaskus, menara masjid menyatu de ngan struktur bangunan masjid.
Pola desain tersebut menyebar ke berbagai penjuru negeri Muslim di datar an Arab hingga Andalusia. Lalu, muncul desain baru, yakni menara dibangun terpisah dari bangunan utama masjid, seperti menara Masjid Agung Samarra dan menara Masjid Abu Dullaf di Irak.