Selasa 28 Mar 2017 16:12 WIB

GNPF MUI: Aksi 313 tak Bisa Dilarang Lagi

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Ilham
Aksi umat Islam (ilustrasi).
Foto: dok. Media GNPF
Aksi umat Islam (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Advokasi GNPF MUI, Kapitra Ampera mengatakan, aksi 313, Jumat (31/3), mendatang, tidak bisa dilarang karena bertentangan dengan Tap MPR Nomor tujuh tahun 1998 tentang hak asasi manusia. Dalam aksi 313, seharusnya presiden mendengarkan suara rakyat.

"Aksi 313 nanti adalah untuk meminta presiden mencopot (Basuki Tjahaja Purnama) Ahok yang telah menjadi terdakwa dari jabatannya sebagai gubernur DKI Jakarta, jika presiden menolak melaksanakan undang-undang, maka presiden telah melanggar hukum," jelas dia kepada Republika.co.id, Selasa (28/3).

Menurut dia, aksi 313 mendatang harus dilindungi oleh kepolisian, bukannya malah melarang. Hanya saja, dalam memberikan aspirasi tidak boleh melakukan kekerasan dan tindakan pengerusakkan.

"Negara kita adalah negara hukum bukan negara kekuasaan, setiap warga negara bebas mengeluarkan aspirasinya selagi tidak melanggar aturan. Jika pemerintah melarang, sama saja mereka melakukan state crime," jelas dia.

Aksi umat Islam ini bertujuan agar presiden mendengar suara rakyat. Presiden harus mematuhi undang-undang. Presiden seharusnya tidak lagi menafsirkan aksi ini sebagai alat untuk memecah belah persatuan.

Membela terdakwa penista agama justru dapat memecah belah persatuan. Apalagi mengenai pendapat presiden terkait politik dan agama yang tidak dapat dipisahkan. Secara konstitusi, kata Kapitra, pemikiran presiden tidak dapat dibenarkan. Negara Indonesia dilandasi agama sejak merdeka.

Ini tertuang dalam pembukaan UUD 1945. "Presiden harus ingat di dalam pembukaan UUD 1945 bahwa kemerdekaan itu diraih atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa," ucap dia.

Menurut dia, ada tangan Allah dalam politik. Karena ada ketuhanan di negara Indonesia. Ketuhanan merupakan pondasi Republik ini. "Indonesia bukan negara sekuler, Indonesia bukan negara atheis, bukan negara satu agama tetapi negara beragam, sehingga setiap orang yang tinggal di Indonesia wajib beragama," kata dia.  

Jika setelah aksi, presiden tetap tidak menindaklanjuti surat tersebut, maka DPR harus menggunakan seluruh haknya untuk memproses pencopotan jabatan tersebut. "DPR tidak boleh tumpul, mereka merupakan wakil rakyat, wakil suara rakyat," ujar dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement