REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hujan Es yang melanda sebagaian kawasan Jakarta pada Selasa (29/3) sore. Fenomena alam ini menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) masih akan terjadi selama musim peralihan/transisi dari musim hujan ke musim kemarau atau sebaliknya.
Kepala Bagian Humas BMKG, Hary Tirto Djatmiko mengungkapkan fenomena hujan es di kawasan tropis merupakan fenomena cuaca alamiah. Hal ini seringkali terjadi ketika masa transisi atau peralihan dari musim penghujan ke musim kemarau atau sebaliknya.
Indikasi terjadinya hujan lebat/es disertai kilat/petir dan angin kencang berdurasi singkat. Satu hari sebelumnya udara pada malam hari hingga pagi hari terasa panas dan gerah.
"Udara terasa panas dan gerah diakibatkan adanya radiasi matahari yang cukup kuat ditunjukkan oleh nilai perbedaan suhu udara antara pukul 10.00 dan 07.00 LT, kurang 4.5°celcius disertai dengan kelembaban yang cukup tinggi ditunjukkan oleh nilai kelembaban udara di lapisan 700 mb, lebih 60 persen," ungkap Hary.
Mulai pukul 10.00 pagi terlihat tumbuh awan Cumulus (awan putih berlapis-lapis), diantara awan tersebut ada satu jenis awan yang mempunyai batas tepinya sangat jelas berwarna abu-abu menjulang tinggi seperti bunga kol.
Tahap berikutnya, jelas dia, awan tersebut akan cepat berubah warna menjadi abu-abu / hitam yang dikenal dengan awan Cb (Cumulonimbus). Pepohonan disekitar tempat kita berdiri ada dahan atau ranting yang mulai bergoyang cepat.
"Terasa ada sentuhan udara dingin disekitar tempat kita berdiri. Biasanya hujan yang pertama kali turun adalah hujan deras tiba-tiba, apabila hujannya gerimis maka kejadian angin kencang jauh dari tempat kita," ungkapnya.
Jika satu hingga tiga hari berturut-turut tidak ada hujan pada musim transisi/pancaroba/penghujan, maka ada indikasi potensi hujan lebat yang pertama kali turun diikuti angin kencang baik yang masuk dalam kategori puting beliung maupun yang tidak.