REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Teroris Harits Abu Ulya menyarankan agar Satuan Tugas (Satgas) Tinombala mengganti strategi untuk menangkap jaringan teroris yang tersisa di pegunungan Poso. Ia meyakini jumlah terduga teroris sudah berkurang dan amunisi mereka pun telah menipis. "Menurut analisis saya, masih ada sembilan orang yang menjadi terduga teroris, tapi mereka juga kemungkinan besar tidak memegang senjata api plus amunisi dalam jumlah yang cukup," kata Harits saat dihubungi Republika.co.id, di Jakarta, Jumat (31/3).
Harits menyarankan Satgas Tinombala mengubah startegi dengan melakukan operasi lebih tertutup dan menggunakan personel yang jumlahnya proporsional. Operasi Tinombala yang didahului dengan Operasi Camar Maleo pada 2015 lalu sudah cukup lama mengejar dan bertempur dengan jaringan teroris Mujahid Indonesia Timur (MIT). "Bisa jadi masyarakat Poso pun sudah mulai lelah dan jengah dengan keberadaan mereka," ujar Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) itu.
Baca juga: Operasi Berlanjut, Desmon Pertanyakan Kinerja Satgas Tinombala
Harits mengingatkan Poso memiliki luka masa lalu yang belum tersembuhkan akibat konflik horisontal. Keberadaan Satgas Tinombala yang tak kunjung hengkang dari Poso membuat kota itu berkesan sebagai sarang teroris dan itu dapat menimbulkan luka baru di masyarakat. "Poso sudah cukup lelah dengan konflik dan tidak nyaman juga kalau ada opini Poso sebagai sarang terorisme," ucapnya.