REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut lokasi longsor di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, lebih cocok untuk kawasan konservasi. Namun, daerah itu dijadikan lahan pertanian.
"Itu daerah yang cocok untuk kawasan konservasi," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugraho di Graha BNPB, Jakarta, Ahad (2/4).
Hal itu yang membuat potensi longsor terjadi setiap hujan turun. Ia mengatakan, kemiringan tebing di lokasi longsor sekitar 30 persen. Pun tidak ada tanaman keras yang memiliki akar kuat untuk menahan tanah. Berdasarkan laporan tim sar dan relawan, ia menyebut, masyarakat memanfaatkan lokasi dengan menanam tanaman musiman, seperti jahe.
Sutopo memerinci, tinggi tebing yang longsor yakni 100 meter, panjang material longsoran kurang lebih 800 meter, dan tinggi 20 meter. Lokasi longsor berupa perbukitan karst. Ia menjelaskan, karst termasuk kategori kerentanan terhadap longsong sedang, kecuali apabila ada retakan.
"Tiga minggu lalu sudah terjadi retakan dan memicu terjadinya longsor ditambah hujan lebat yang terus menerus," ujar dia.
Sutopo menyebut, luas daerah terdampak longsor yakni 15 hektar (ha). Ia memerinci, faktor alam yang menyebabkan terjadinya longsor yakni hujan dengan intensitas tinggi pada tiga hari terakhir, kelerengan curam dan sangat curam dengan tinggi tebing sampai 100 meter.
"Dari aspek manajemen, penggunaan lahan saat ini tanaman semusim, termasuk kategori nilai sedang," jelasnya.