Senin 03 Apr 2017 00:02 WIB

Korupsi KTP-El Disebut Terencana dengan Persiapan Matang

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Nur Aini
Ilustrasi KTP elektronik (e-KTP)
Foto: dok. Republika
Ilustrasi KTP elektronik (e-KTP)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) dinilai sudah terencana. Karena itu, KPK harus berani menjebloskan mereka yang terlibat ke penjara.

"Kasus KTP-el ini menjadi korupsi by desain. Karena terlihat ini seperti sudah terencana dalam pelaksanaanya," kata Sekertaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yeni Sucipto dalam diskusi bertajuk 'Koruspsi e-KTP dan Dampaknya Bagi Demokrasi Kita', Ahad (2/4).

Menurut Yeni, adamya permainan dalam kasus ini sudah telihat sejak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mensinyalir ada kejanggalan dalam program pengadaan KTP-el pada 2011. Sayang, temuan ini tidak diindahkan baik oleh pihak legislatif maupun eksekutif.

Yeni mengungkapkan, dengan banyaknya pejabat yang santer disebut namanya ikut serta menikmati uang proyek tersebut, sudah mengindikasi bahwa kasus ini telah dipersiapkan secara matang. Terlebih dengan kerugian negara yang tidak sedikit mencapai Rp 2,3 triliun, bukan lah anggaran kecil dalam pengadaan kartu kependudukan.

Kasus ini, kata Yeni sudah pasti akan sulit diselesaikan. Para dalang yang saat ini telah disebutkan dalam pengadilan tindak pidana korupsi pun belum tentu mengakui bahwa mereka ikut terlibat korupsi.

Meski demikian, Yeni sangat berharap komisi pemberantasan korupsi (KPK) bisa melakukan tugasnya dengan maksimal dan menjebloskan mereka yang terkait kasus ini ke dalam sel jeruji. Sebab, kasus ini sangat merugikan masyarakat karena kartu kependudukan seharusnya bisa memberikan kemudahan dalam mengakses sejumlah program pemerintah seperti akses kesehatan atau bantuan sosial lain. "Kami percaya KPK pasti bisa (menangkap pelaku korupsi) dengan bukti yang kuat," ujar Yeni.

Sebelumnya dalam sidang di pengadilan tindak pidana korupsi, Jaksa penuntut umum (JPU) mengatakan, rangkaian perbuatan para terdakwa secara bersama-sama tersebut, telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 2,314 triliun. Angka itu sesuai dengan Laporan Hasil Audit Dalam Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada 11 Mei 2016.

Terdakwa dalam kasus ini adalah direktur jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Pejabat Pembuat Komitmen kepada Dukcapil Kemendagri Sugiharto. Selain itu terdapat sejumlah nama yang disebut menerima aliran dana ini di antaranya

 1. Gamawan Fauzi (mantan mendagri) sejumlah 4,5 juta dolar AS dan Rp 50 juta.

2. Diah Anggraini (mantan sekjen Kemendagri) sejumlah 2,7 juta dolar AS dan Rp 22,5 juta.

3. Drajat Wisnu Setyawan (ketua panitia pengadaan) sebesar 615 ribu dolar AS dan Rp 25 juta.

4. Enam anggota panitia lelang masing-masing sejumlah 50 ribu dolar AS.

5. Husni Fahmi (Staf Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) sejumlah 150 ribu dolar AS dan Rp 30 juta.

6. Anas Urbaningrum (mantan ketua Fraksi Demokrat di DPR) sejumlah 5,5 juta dolar AS.

7. Melcias Marchus Mekeng (ketua Banggar DPR) sejumlah 1,4 juga dolar AS.

8. Olly Dondokambey (mantan wakil ketua Banggar DPR yang saat ini menjabat Gubernur Sulawesi Utara) sejumlah 1,2 juta dolar AS.

9. Tamsil Linrung (mantan wakil ketua Banggar DPR) sejumlah 700 ribu dolar AS.

10. Mirwan Amir (mantan wakil ketua Banggar DPR) sejumlah 1,2 juta dolar AS.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement