REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kepolisian menangkap lima orang tersangka, salah satunya adalah Sekjen Forum Umat Islam (FUI) terkait tuduhan melakukan permufakatan makar, Jumat (31/3). Mereka disangkakan dengan pasal 107 KUHP dan 110 KUHP, dua pasal yang akhir-akhir ini kerap juga disangkakan kepada para pihak yang diduga ingin melawan pemerintah.
Menurut Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis, definisi makar dalam pasal 107 KUHP dan 110 KUHP sendiri adalah menggulingkan pemerintahan. Tetapi sebuah perbuatan tidak bisa disebut sebagai makar tanpa adanya tindakan secara fisik seperti mengangkat senjata.
“Makar dalam 107 dan 110 KUHP itu berarti bersepakat menggulingkan pemerintahan yang sah. Misalnya begini, ada orang yang berkelompok, pakai batu, pakai senjata api, pakai panah untuk mengepung istana misalnya, itu makar,” ujarnya melalui telepon, Ahad (2/4).
Sedangkan tindakan menggulingkan pemerintah dalam bentuk permufakatan atau penyampaian pendapat, tidak bisa disebut makar. Menurut Margarito, penyampaian pendapat merupakan hak rakyat meskipun substansinya adalah untuk melengserkan presiden.
“Kalau hanya kita bermufakat dan menyampaikan pendapat saja itu tidak bisa dikatakan makar. Anda bersepakat, minta kepada MPR untuk meng-impeach presiden, itu tidak salah,” ujarnya.
Terkait adanya kesalahan penafsiran oleh pemerintah terhadap pasal 107 KUHP dan 110 KUHP, Margarito mengatakan dirinya belum bisa berpendapat sampai ke sana.
“Kita tidak punya data mengenai apa yang disepakati di sana. Kalau melengserkan presiden melalui MPR itu sah, tetapi kalau menggulingkan pemerintah dengan cara mengangkat senjata misalnya, itu makar,” kata Margarito.