REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polisi terus mengumpulkan bukti adanya dugaan permufakatan makar yang melibatkan Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Al Khaththath dan empat orang lainnya yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus terkait.
"Polisi sedang mengumpulkan bukti seperti dokumen-dokumen terkait dugaan tindak pidana makar," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Pol Martinus Sitompul di Mabes Polri, Jakarta, Senin (3/4).
Polisi, dalam hal ini penyidik Polda Metro Jaya sedang menyidik dugaan adanya sejumlah pertemuan para tersangka yang membahas rencana anggaran sekitar Rp3 miliar guna memuluskan aksi menggulingkan pemerintah yang sah.
"Ada pernyataan untuk mengganti rezim. Kemudian ada beberapa aliran dana," ungkap Martinus.
Berdasarkan hasil penyelidikan, para tersangka pemufakatan jahat akan menggulirkan aksi revolusi menduduki gedung DPR/MPR/DPD secara paksa usai Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta putaran kedua pada 19 April 2017.
Selain itu, terdapat beberapa rangkaian kegiatan yang akan dilakukan sebelum menggelar aksi revolusi setelah Pilkada DKI Jakarta putaran kedua, yakni aksi 30 Maret 2017 melibatkan unsur mahasiswa dan 31 Maret 2017 mengerahkan organisasi kemasyarakatan (ormas) guna berunjuk rasa sebagai pemanasan.
Sebelumnya, anggota Polda Metro Jaya menangkap lima orang terkait dugaan pemufakatan jahat pada Kamis (30/3) malam dan Jumat (31/3) dini hari. Kelima orang itu yakni Sekjen FUI Muhammad Al Khaththath, Zainudin Arsyad, Irwansrah, Veddrik Nugraha alias Dikho dan Marad Fachri Said alias Andre.
Para tersangka dikenakan Pasal 107 KUHP juncto Pasal 110 KUHP tentang pemufakatan makar, tersangka Veddrik dan Marad juga dijerat Pasal 16 UU Nomor 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.