REPUBLIKA.CO.ID, ST PETERSBURG -- Ledakan di kereta di St Petersburg, pada Senin (3/4), menewaskan 11 orang dan melukai 45 orang. Diduga bom diledakan pelaku bom bunuh diri yang berkaitan dengan gerakan radikal.
Menurut indikasi awal, bom itu dibuat dari trinitrotoluen (TNT) eksplosif. Kemungkinan bom itu disembunyikan dalam tas kerja di depan kereta.
Tas berisi bom diletakkan di depan pintu kereta karena terlihat pintu dan jenazah yang jatuh ke lantai platform stasiun kereta. Beberapa menit kemudian ditemukan peralatan lain yang disandarkan ke dinding di stasiun metro di Kota Ploshchad Vosstaniya. Peralatan itu berisi 1 kg TNT yang bisa menimbulkan ledakan jauh lebih besar.
Perdana Menteri Dmitry Medvedev menyebut ledakan bom di kereta sebagai aksi terorisme. Komite Penyelidik Rusia mengatakan, pihaknya akan melakukan penyelidikan pidana berdasarkan Pasal 205 dari KUHP yang mengacu khusus untuk tindakan terorisme. "Semua kemungkinan lain juga akan diselidiki," katanya seperti dilansir BBC, Senin, (3/4).
Hingga saat ini tak satupun organisasi mengklaim melakukan serangan bom di kereta tersebut. Metro St Petersburg saat ini ditutup selama tiga hari untuk menunjukkan belasungkawa bagi para korban ledakan bom di kereta. Otoritas Moskow mengatakan, mereka menambah langkah-langkah untuk meningkatkan keamanan di Metro Ibu Kota Rusia, stasiun, bandara, dan ruang publik lainnya.