REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik, Muchtar Effendi, Harahap mengatakan, permintaan Polda Metro Jaya untuk menunda pembacaan pleidoi dan tuntutan atas Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak harus diikuti pengadilan. Sebab, kata dia, prosedur standar operasi pengadilan sudah mengatur mekanisme hal tersebut.
"Dari sisi tugas, fungsi dan wewenang lembaga-lembaga negara, tentu permintaan Polda itu tidak harus atau tidak penting untuk diikuti lembaga pengadilan Jakarta Utara," ujarnya dalam pesan singkat pada Republika.co.id, Jumat (7/4)
Alumnus studi politik Pascasarjana Universitas Gadjah Mada ini menjelaskan, jika pengadilan mengikuti permintaan maka akan menjadi awal kebiasaan salah Polda Metro Jaya.
"Polda seharusnya mempunyai kemampuan dalam mengelola dampak negatif dari kejadian penuntutan JPU atas terdakwa Ahok yang juga calon gubernur sedang bertarung melawan pesaing calon gubernur Anies Baswedan," ujarnya.
Menurut Muchtar, permintaan Polda justru mempertebal persepsi negatif publik tentang lembaga negara Kepolisian tidak netral dan memihak kepada terdakwa Ahok.
"Saya berharap, lembaga pengadilan dapat membuktikan indepedensi dari ikut campur atau intervensi pihak lain sekalipun dalam kata 'permintaan' atau 'imbauan'," ujarnya.
Baca juga, Polda Metro Jaya Minta Sidang Pembacaan Tuntutan Ahok Ditunda.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya mengeluarkan surat permintaan pemunduran pembacaan pleidoi dan tuntutan jaksa penuntut umum. Surat tersebut dikeluarkan pada Selasa (4/4) lalu dan ditandatangani Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Mochamad Iriawan.
Pihak kepolisian beralasan, surat permintaan penundaan tersebut dikeluarkan untuk menjaga keamanan dan ketertiban Jakarta sebelum melaksanakan pilkada putaran kedua.