Sabtu 08 Apr 2017 18:26 WIB

Senator Kalimantan: Kisruh DPD Munculkan Persoalan Baru

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Sejumlah anggota DPD RI terlibat kericuhan sebelum Sidang Paripurna dimulai, di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, pada Senin (3/4).
Foto: Republika/Ali Mansur
Sejumlah anggota DPD RI terlibat kericuhan sebelum Sidang Paripurna dimulai, di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, pada Senin (3/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kisruh perebutan kursi pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menimbulkan persoalan baru yakni dualisme kepengurusan dalam internal DPD. Hal ini karena, ada sejumlah anggota DPD RI masih mengakui kepemimpinan DPD sebelumnya.

Hal tersebut diakui oleh Senator DPD RI asal Kalimantan yakni Sofwat Hadi yang menurutnya sesuai dengan putusan Mahkamah Agung (MA), maka pimpinan yang sah adalah M Saleh, Farouk Mochamad dan GKR Hemas.

"Kalau kami yang mengajukan ke MA kami masih mengakui pimpinan DPD yang lima tahun didasarkan dari putusan MA membatalkan tata tertib soal aturan 2,5 tahun," ujar Sofwat dalam diskusi di Kawasan Cikini, Jakarta pada Sabtu (8/4).

Karena itulah, Sofwat mengatakan pihaknya akan terus mengupayakan hukum kepada Mahkamah Agung untuk membatalkan pengambilan sumpah kepada pimpinan DPD Baru Oesman Sapta Odang (OSO) dan kedua wakilnya.

Terkait dinamika internal DPD soal kepengurusan sendiri, ia mengakui akan menggangu kinerja DPD ke depannya. Ia menilai akan ada banyak tugas-tugas DPD terbengkalai lantaran urusan kepemimpinan baru tersebut.

"Sudah pasti mengganggulah. Sudah terbelahkan sekarang, menyedihkanlah, masyarakat jadi kecewa," katanya.

Hal berbeda diungkapkan Senator asal Jawa Tengah kubu kepemimpinan baru OSO, Akhmad Muqowan yang menilai tidak akan ada dualisme di internal DPD. Ia juga menilai, kerja DPD akan terus berjalan tanpa hambatan maupun gangguan.

"Dualisme tidak ada lagi. Tak ada kisruh, kita di Komite 1 tetap jalan kok," katanya.

Karenanya itu ia meminta, jika ada pihak-pihak yang berbeda pandangan mengenai hal tersebut mestinya diselesaikan secara internal dan tidak membawa ke luar DPD

"Selesainkanlah di dalam. kalau sekian banyak yang terjadi, ayo dialog berargumen. Intinya, sebagian kawan-kawan tidak siap berdemokrasi. Kalau sepakat, terus ada yang tidak, ikuti arus besar dong, bukan pemaksaan ini," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement