REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Pusat komando gabungan yang terdiri dari pasukan Rusia, Iran dan milisi pendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad mengatakan, serangan AS di pangkalan udara Suriah pada Jumat lalu menyeberangi "garis merah". Mereka akan menanggapi setiap agresi baru dan meningkatkan dukungan bagi sekutunya.
Amerika Serikat menembakkan puluhan rudalnya ke pangkalan udara di Shayrat, Suriah. Penembakan rudal ini dilakukan sebagai serangan balasan karena pasukan Suriah menggunakan serangan senjata kimia yang mematikan kepada kelompok pemberontak dan penduduk sipil. Sikap AS ini meningkatkan peran AS dalam perang Suriah.
"Amerika melancarkan agresi terhadap Suriah, mereka telah melewati garis merah. Mulai sekarang kami akan merespon dengan kekuatan untuk setiap agresi atau pelanggaran garis merah dari siapapun. Amerika tahu kemampuan kami untuk merespon dengan baik," kata pernyataan yang diterbitkan oleh media outlet Ilam al Harbi (Media Perang), Ahad, (9/4).
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Rex Tillerson menyalahkan kelambanan Rusia dalam memusnahkan senjata kimia. Ia mengatakan, Moskow gagal melaksanakan perjanjian 2013 untuk mengamankan dan menghancurkan senjata kimia di Suriah.
Amerika Serikat, ujar Tillerson, berharap Rusia mengambil sikap yang lebih keras terhadap Suriah. Rusia juga harus memikirkan kembali aliansi dengan Assad sebab setiap ada serangan-serangan mengerikan maka Rusia ikut dimintai tanggung jawabnya.
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Iran Hassan Rouhani melalui sambungan telepon mengatakan, tindakan agresif AS terhadap Suriah tidak diperbolehkan. Agresi AS terhadap Suriah juga melanggar hukum internasional.
Kedua pemimpin negara tersebut juga menyerukan penyelidikan obyektif dalam insiden yang melibatkan senjata kimia di Idlib. Mereka siap untuk memperdalam kerja sama memerangi terorisme.