REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Almuzzammil Yusuf berpandangan, Presiden Joko Widodo dengan jelas menyebutkan bahwa konflik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), karena menyatukan agama dengan politik. Maka dapat dikatakan, solusi untuk menyelesaikan konflik dengan memisahkan agama dengan politik. Bahkan, kata Almuzammil, sangat terasa sekali Presiden Joko Widodo mengaitkan kasus konflik tersebut dengan Pilkada DKI Jakarta.
“Kerancuan analogi tersebut karena Presiden Joko Widodo tidak melihat mana sebab mana akibat. Pertanyaannya adalah, siapakah sumber konflik tersebut ? Apakah yang menista agama, atau mereka yang marah karena agamanya dinista?” tanya anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, saat dihubungi melalui pesan singkat, Senin (10/4)
Almuzammil mengatakan, apakah pemeluk agama tidak boleh marah manakala agamanya dinistai? Inikah yang dimaksud memisahkan politik dengan agama? Kata dia, kalau hal itu yang dimaksud, maka sangat berbahaya sekali. Karena itu, bagi Almuzammil, jelas bertentangan dengan ideologi Pancasila sila pertama ‘Ketuhanan Yang Maha Esa (YME)’.
"Banyak sekali pertentangan dengan bunyi pasal UUD NRI 1945, yang berbicara tentang posisi dan peran Tuhan, agama, moralitas dan iman taqwa dalam kehidupan politik nasional,” tegasnya.
Menurut anggota dewan asal Lampung itu, lebih bagus apabila Presiden Joko Widodo memperjelas maksud pemisahan agama dan politik tersebut. Sehingga, pernyataan itu, tidak menimbulkan kontroversi di tengah publik. Mengingat para ulama dan umat Islam terdahulu memiliki kontribusi besar memperjuangkan Indonesia dari cengkaraman para penjajah. Hingga akhirnya Indonesia sukses mendeklarasikan merdeka dari penjajah pada tanggal 17 Agustus 1945 silam.