REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami peran tersangka Andi Agustinus alias Andi Narogong pada proses awal pembahasan proyek penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional KTP-elektronik (KTP-el).
"Untuk tersangka Andi Agustinus (AA), penyidik mendalami peran Andi Agustinus pada proses pembahasan proyek KTP-el mulai dari proses awal dan juga relasi atau kaitan Andi Agustinus dengan sejumlah pihak mulai dari proses pembahasan anggaran sampai pada proses pengadaan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK Jakarta, Senin (17/4).
KPK sendiri telah memperpanjang masa penahanan Andi Agustinus alias Andi Narogong dalam penyidikan tindak pidana korupsi kasus KTP-el.
"Hari ini, penyidik melakukan perpanjangan masa penahanan untuk tersangka Andi Agustinus (AA) untuk 40 hari ke depan. Perpanjangan mulai 13 April sampai dengan 22 Mei 2017," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu (12/4).
Sebelumnya, KPK menetapkan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pekerjaan KTP elektronik 2011-2012.
Andi disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
KPK menduga Andi Narogong memiliki peran aktif atas penangaran dan pengadaan barang dan jasa dalam proyek pengadaan KTP-el. Dalam persidangan KTP-e, KPK telah masuk pada tahap pembuktian terkait indikasi penyimpangan yang terjadi pada saat proses pengadaan proyek tersebut.
Menurut Febri konstruksi besar dari perkara ini adalah pertama terkait perencanaan anggaran dengan segala informasi yang telah disampaikan pada persidangan sebelumnya dan yang kedua pada tahap pengadaan.
"Kami akan mulai membuktikan, Jaksa Penuntut Umum akan mulai membuktikan indikasi penyimpangan yang terjadi pada proses pengadaan tersebut, tentu beberapa aktor juga masih terkait dengan proses penganggaran karena ada aktor-aktor yang diduga mengawal anggaran hingga implementasi proyek KTP-E ini," ucap Febri.
Terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.
Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.