REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU – Harga garam saat ini melambung sangat tinggi. Namun, bukannya memperoleh keuntungan, para petani garam justru kesulitan modal untuk menggarap tambak garam pada musim garapan tahun ini.
Seorang petani garam asal Desa Muntur, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, Robedi menyebutkan, harga garam saat ini sudah mencapai Rp 1.800 per kg. Padahal, harga garam biasanya hanya di kisaran Rp 300 per kg. "Ini harga garam tertinggi sepanjang masa," ujar Robedi, Selasa (18/4).
Robedi menjelaskan, lonjakan harga garam tersebut disebabkan hampir tidak adanya produksi garam sepanjang 2016 lalu. Hal itu menyusul adanya fenomena La Nina yang terjadi selama 2016 hingga membuat proses pengolahan tambak garam yang dilakukan petani selalu gagal.
Dalam kondisi normal, masa produksi garam biasanya berlangsung selama 90 hari, mulai Agustus hingga Oktober. Namun, tingginya curah hujan di musim kemarau 2016 membuat tingkat salinitas (keasinan atau kadar garam terlarut air) menjadi rendah sehingga pembentukan kristalisasi garam menjadi sulit.
Dampaknya, produksi garam petani menjadi hancur. Harga garam di lapangan pun terus melonjak. Lonjakan harga garam sudah mulai terasa sejak Oktober yang mencapai Rp 1.000 per kg. Harga itu bahkan jauh diatas harga yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 750 per kg untuk garam kualitas satu dan Rp 550 per kg untuk garam kualitas dua. "Sekarang meski harga garam sangat tinggi, tapi percuma saja, petani tidak ada yang menikmatinya karena memang tidak memiliki stok garam," kata pria yang juga pengurus koperasi petani garam ‘Mutiara Bahari Sejahtera’ Desa Muntur tersebut.
Robedi menambahkan, para petani garam sekarang bahkan kesulitan modal untuk memulai pembuatan garam pada musim kemarau tahun ini. Hal itu terutama dialami oleh koperasi petani garam. Robedi mencontohkan, untuk membiayai tanam bagi 80 anggota koperasinya, dibutuhkan modal awal sebesar Rp 2 juta per anggota. Menurutnya, jumlah itu belum termasuk biaya lainnya.
Untuk mengakses bantuan perbankan, Robedi mengaku tak bisa melakukannya. Pasalnya, utang ke perbankan saat musim tanam tahun sebelumnya saat ini masih belum lunas. "Kami berharap pemerintah bisa memberikan bantuan modal," tutur Robedi.
Petani garam asal Desa/Kecamatan Losarang, Toto menambahkan, produksi garam Indramayu di sepanjang 2016 memang terpuruk. Padahal, biasanya produksi garam bisa mencapai 80 ton per hektare. "Bahkan banyak tambak garam yang diubah menjadi tambak ikan," terang Toto.
Kabid Perikanan Budidaya Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu, Edi Umaedi, saat dikonfirmasi, membenarkan anjloknya produksi garam di Kabupaten Indramayu sepanjang 2016 lalu. Hal itu akibat tingginya curah hujan pada tahun lalu.
Edi menyebutkan, luas lahan tambak garam di Kabupaten Indramayu mencapai 2.700 hektare yang tersebar di empat kecamatan. Yakni Kecamatan Losarang, Krangkeng, Kandanghaur dan Cantigi. Dari luas lahan itu, produksinya rata-rata 117 ton per hektare per musim. "Produksi 2016 totalnya hanya sekitar 1000-an ton. Itupun banyaknya garam rebusan," tandas Edi.