REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi III DPR RI berencana menggulirkan hak angket penyelidikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berkaitan penyebutan nama-nama anggota Komisi III DPR RI oleh penyidik KPK dalam persidangan kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik. Hal ini setelah Komisi III DPR RI tak puas mendapat jawaban dari KPK berkaitan kesaksian palsu Miryam S Haryani.
KPK enggan membeberkan rekaman Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terhadap Miryam S Haryani dalam kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik. Sementara Komisi III bersikukuh agar KPK membuka rekaman BAP tersebut untuk mengetahui kebenaran pernyataan adanya dugaan intimidasi anggota Komisi III kepada Miryam berkaitan kasus tersebut.
Dalam rapat tersebut, sejumlah fraksi sepakat menyatakan akan menggulikan hak angket diantaranya PDIP, Nasdem, Demokrat, PPP, Golkar, Gerindra. Sementara fraksi PAN, PKS, Hanura mendukung hak angket dengan catatan akan berkonsultasi dengan pimpinan fraksi terlebih dahulu. Sedangkan PKB diketahui tidak hadir dalam rapat tersebut.
Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mengungkapkan sikap fraksi PPP yang juga setuju dengan usulan hak angket kepada KPK. Hal ini karena PPP menilai pimpinan KPK tidak dapat memberi jawaban yang sesuai dengan pertanyaan yang diajukan Komisi III DPR RI dalam RDP dengan KPK tersebut.
"Karena ada beberapa hal yang dianggap jawaban atau respon pimpinan KPK tidak clear terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Komisi III DPR," kata Arsul melalui pesan singkat pada Kamis (20/4).
Salah satunya kata Arsul, soal permintaan dibukanya rekaman BAP Miryam soal dugaan intimidasi kepada Miryam seperti disampaikan Novel Baswedan berdasarkan pengakuan Miryam saat diperiksa KPK. KPK tidak bisa memenuhi permintaan Komisi III DPR untuk membuka rekaman BAP hanya bagian penyebutan nama-nama tersebut.
Ia mengatakan, mayoritas Fraksi menikai KPK seharusnya bisa membuka bagian rekaman BAP tersebut demi mengetahui kebenaran pernyataan Miryam dan Novel Baswedan.
Namun demikian, Arsul mengatakan fokus PPP menyetujui hak angket juga tidak hanya berkaitan hal tersebut, tetapi juga jawaban tidak selesai KPK atas sejumlah hal yang ditanyakan Komisi III DPR RI. Namun terkait temuan BPK yang tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan KPK tahun 2015 dimana ada 7 temuan penyimpangan anggaran.
Saat ini PPP juga tengah merumuskan sejumlah hal yang akan dicantumkan dalam hak angket tersebut.
"Itu yang sedang kami rumuskan, nantinya akan kami plenokan, PPP sendiri ingin agar kalau ada hak angket maka tidak sekedar soal penyebutan nama-nama tersebut, tapi diperluas termasuk soal sikap KPK terhadap hasil audit investigatif rumah sakit sumber waras," kata Sekjen PPP tersebut.
Karenanya Arsul meminta agar pengajuan hak angket Komisi III ke KPK tersebut tidak dimaknai dnegan upaya pelemahan terhadap KPK. Menurut Arsul, hak angket merupakan hak DPR dalam melakukan pengawasan kepada lembaga yang menggunakan anggaran dari negara.
"Yang penting jangan dimaknai bahwa ini upaya baru melemahkan KPK, kita sepakati dulu di pleno Komisi III, Kemungkinan minggu depan diajukan dalam rapat paripurna terakhir sebelum reses," kata Arsul.