REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Tim Advokasi Tolak Upah Murah (TATUM) kembali mendaftarkan gugatan uji materi Peraturan Pemerintahan (PP) tentang pengupahan kepada Mahkamah Agung, Jumat (21/4) kemarin. Karena PP nomor 78 tahun 2015 itu bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan, yang dinilai hanya akan memiskinkan buruh.
“Kita lihat PP nomor 78 tahun 2015 bertentangan dengan UU Ketenaga kerjaan nomor 13 tahun 2003 terutama pasal 4, 88, 89 dan 98 tentang pengupahan, khususnya tentang upah formula upah minimum, survey KHL dan berunding buruh,” kata salah satu perwakilan Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia, Nelson Saragih, dalam siaran pers, Sabtu (22/4).
Nelson mengatakan, PP pengupahan semakin menguntungkan pengusaha dan merugikan buruh karena menghapus upah sektoral dibanyak provinsi Indonesia. Padahal, kata dia, jenis upah ini lebih tinggi karena berasal dari sektor unggulan.
Gerakan buruh menganggap, lanjut Nelson, bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi jilid IV itu telah memiskinkan buruh, karena seharusnya dalam pengupahan Gubernur atau pemangku kebijakan harus memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan provinsi atau Bupati/Walikota.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) meyakini, gugatan kali ini akan dimenangkan. Karena sebelumnya, Mahkamah Agung menolak uji materi PP, karena Mahkamah Konstitusi tengah melakukan uji materi pasal yang berkaitan dengan PP Pengupahan.
Selain minimnya upah buru, Nelson mengatakan, PP tersebut juga disinyalir meniadakan hak berunding buruh sebagaimana diatur dalam Undang-undang 13 tahun 2003. “Sebelum PP ini keluar, Dewan Pengupahan mennetukan yang lebih sesuai dengan kenaikan arga kebutuhan buruh di pasaran. Kita yakin bisa gugat, karena gugatan ini juga dapat dukungan dari 14 konfederasi dan federasi,” kata Nelson