REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum tata negara dari Universitas Parahyangan Bandung Asep Warlan Yusuf mengatakan, penangguhan dana reses anggota DPD RI (senator) yang tidak mengakui kepemimpinan Oesman Sapta Odang (OSO) dinilai tidak proporsional. Karena hal tersebut sama dengan mengancam dan menghambat fungsi lembaga DPD RI.
"Dana reses itu hak anggota, untuk berfungsinya sebuah lembaga DPD RI. Ancaman OSO itu tidak proporsional ya, sama dengan mengancam lembaga," kata Warlan saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (17/5).
Warlan mengatakan, OSO seharusnya persuasif mengajak semua pihak duduk bersama menyelesaikan permasalahan. Misalnya, dengan musyawarah, dengan cara ketatanegaraan. "Atau jika tidak bisa terselesaikan gugat saja ke pengadilan," katanya.
Dia mengimbau, OSO tidak berupaya melemahkan fungsi ke-DPDan dengan membekukan dana reses. Karena itu adalah dana kelembagaan yang diperuntukkan untuk anggota. "Kalau gaji hak protokoler, supaya lembaga berfungsi maka disediakan dana resesnya. Jadi kalau OSO mengancamnya pada dana reses, sama dengan tidak akan berfungsinya DPD, bahaya jika itu terjadi," kata dia.
Sebelumnya, pada (4/4) Oesman Sapta Odang (OSO) dilantik menjadi ketua DPD RI periode 2017-2019. Pelantikan tersebut, menuai kritik dari beberapa anggota DPD RI. Namun, anggota DPD RI (senator) yang tidak mendukung kepemimpinan ketua DPD itu dikabarkan dana resesnya ditahan dan tidak ditransferkan ke sejumlah senator.
(Baca Juga: Farouk Ancam Proses Hukum Penangguhan Dana Reses DPD)