REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan Afghanistan akan mempelajari beberapa program Kementerian PPPA. Di antaranya, program Kota Layak Anak, P2TP2A untuk mengembangkan pusat layanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan, pemberantasan buta huruf, dan pemberdayaan perempuan di tingkat desa.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise usai menghadiri Symposium on the Role and Contribution of Afghanistan Women for Peace di Kabul, Afghanistan, tanggal 15-16 Mei 2017, menerangkan masalah paling vital yang dihadapi perempuan Afghan berkisar pada isu keamanan dan hak asasi.
Yohana mengungkapkan Afghanistan masih dalam kondisi rawan konflik. Aspek keamanan jadi hambatan perempuan untuk beraktivitas. "Anak-anak sering diculik oleh Taliban untuk dilatih berperang termasuk perempuan-perempuan yang juga diculik untuk diekploitasi oleh pelaku-pelaku konflik," kata Yohana, di Jakarta, Jumat (19/5).
Yohana menambahkan, perempuan di Afghanistan belum dihargai secara penuh. Mereka masih dipandang hanya berkisar urusan domestik. Budaya patriarki dan dominasi laki-laki di Afghanistan juga masih tinggi. Kebanyakan perempuan tugasnya berada di rumah, sehingga tidak banyak perempuan tampak di jalan-jalan.
"Mereka punya women garden dimana para perempuan berkumpul saling berbagi suka duka. Ini inisiatif pemerintah untuk melindungi perempuan, di dalamnya ada pasar untuk memamerkan produk-produk karya sesama perempuan dan bisa dibeli," ujar Yohana.
Menurut Yohana, pemberdayaan perempuan di Afghanistan merupakan isu prioritas bagi KBRI Kabul, Pemerintah Afghanistan, Uni Eropa, dan PBB. Perempuan dapat berperan menjadi penjaga perdamaian dan juru runding dalam upaya mengatasi konflik ketegangan sosial, serta menjadi penengah kelompok-kelompok yang bertikai.
Yohana menyatakan, kaum perempuan dapat menggunakan soft power secara efektif dalam pengaruh sosial dan tradisional di komunitas mereka melebihi pasangan laki-laki dalam berbagai konflik. Ia berharap kerja sama bilateral ini dapat diperkuat untuk memerangi kekerasan terhadap perempuan dalam situasi konflik, serta menambah jejaring berbagi pengalaman.
Dikatakan Yohana, pertemuan dua negara ini juga diharapkan menjadi momentum untuk meningkatkan program bilateral antara Indonesia dan Afghanistan dalam mempromosikan resolusi konflik sosial melalui pencegahan, perlindungan, dan pemberdayaan perempuan yang tinggal dalam situasi konflik.
Dalam waktu dekat ini, pemerintah Indonesia akan mengundang lima wakil dari Afghanistan untuk mempelajari tentang pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di Indonesia. Indonesia juga berencana memberikan beasiswa S2-S3 kepada para perempuan Afghanistan.
Deputi Partisipasi Masyarakat Kemen PPPA Agustina Erni mengatakan pertemuan itu secara lebih spesifik membahas tentang pemberdayaan perempuan yang dibutuhkan oleh Afghanistan. Salah satunya, pemberdayaan ekonomi. Erni mengatakan, Afghanistan baru saja membentuk asosiasi perempuan pengusaha. Ini menunjukkan bahwa kaum perempuan sudah berperan.
Erni mengatakan kaum perempuan pengusaha di Afghanistan bisa melakukan kerja sama dengan asosiasi serupa di Indonesia untuk tukar produk dan tukar pengalaman. Ia juga menuturkan bahwa generasi muda perempuan Afghanistan saat ini sudah mulai bekerja. Banyak pasangan laki-laki yang memberikan dukungan.
Hanya saja, serangan Taliban dan demo-demo di berbagai wilayah membuat situasi tidak aman. "Kami melihat untuk pasangan muda ini keinginan majunya sudah ada tapi semua kembali lagi pada masalah keamanan. Harapan ke depan kalau keamanannya sudah bisa terkontrol lebih baik lagi, kami yakin mereka akan lebih cepat berkembang," kata Erni.