REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo mengklaim tidak pernah menyuruh siapapun untuk meraih predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) terkait pengelolaan anggaran di kementerian. Apalagi, kata dia, dilakukan dengan cara menyuap.
"Itu enggak pernah," kata Eko dalam keterangan pers di kantor Kemendes PDTT di Kalibata, Jakarta Selatan, Sabtu (27/5).
Eko mengatakan, Kemendes PDTT menerima predikat WTP dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di tahun 2016 dari kerja keras yang dilakukan. Kemendes PDTT tercatat berhasil menyerap anggaran sebesar 95 persen di tahun 2016 dari sebelumnya hanya 69 persen di tahun 2015. Namun, karena ada masalah ini, Eko menyerahkan sepenuhnya kepada BPK terkait predikat tersebut.
"Mengenai hasil opini BPK, saya serahkan kepada BPK apakah mau diaudit lagi, atau bagaimana. Saya juga rasakan dari kementerian kami sudah bekerja demikian keras," ujar dia.
Eko menambahkan, dirinya tak pernah melakukan pembicaraan khusus dengan Irjen Kemendes PDTT terkait kasus yang sedang ditangani KPK tersebut. Semua pertemuan, kata dia, selalu dilakukan dengan banyak orang dari berbagai sektor di kementerian. Termasuk dengan Inspektorat Jenderal jika terkait dengan integritas pegawai dan pengawasan.
"Semuanya di kementerian ini tahu bahwa saya nggak kompromi dengan hal-hal yang berkaitan dengan integritas. Bahkan ada dirjen saya yang mencoba hal itu saja saya copot kok," ujar dia.
KPK telah menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan suap terkait opini WTP dari Badan Pemeriksa Keuangan. Dua tersangka dari Kemendes PDTT yakni pejabat eselon III dan Irjen, serta dua lainnya dari BPK yakni auditor dan pejabat eselon I. KPK sebelumnya menangkap tangan tujuh orang di dua lokasi berbeda dalam kasus ini, Jumat (26/5).