REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ustadz Alfian Tanjung telah menjalani pemeriksaan di Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Rabu (31/5) malam. Ia menjalani pemeriksaan sebagai tersangka ujaran kebencian. Usai menjalani pemeriksaan lebih dari delapan jam, Alfian bersikukuh dengan ucapannya terkait gerakan komunisme.
"Gerakan komunisme ini memang muncul ya, proses berlangsung, kita akan hadapi semua di pengadilan," kata Alfian di Mapolda Metro Jaya, Rabu (31/5) malam.
Pemeriksaan dimulai sejak pukul 13.00 WIB. Ia pun baru keluar sekitar pukul 21.30 WIB. Alfian tak banyak melontarkan kata-kata pasca-pemeriksaan itu. Sementara, kuasa hukum Alfian, Abdullah Alkatiri menjelaskan pertanyaan penyidik dalam pemeriksaan tadi lebih tentang aktivitas Alfian. Pertanyaan itu seputar apa yang dilakukan selama ini, tulisan Alfian dan konten ceramah.
Menurut Abdullah menjelaskan, pernyataan Alfian dalam cuitannya yang menyebut 85 persen kader PDIP adalah PKI memiliki dasar. Pada tahun 2002, menurut Abdullah ada kader dari PDIP yang berkata 20 juta kader PKI di Indonesia memilih PDIP. Abdullah menyatakan itu ditayangkan di sebuah televisi Swasta.
Abdullah pun menilai cuitan Alfian bukan sebagai suatu ujaran kebencian. Abdullah menekankan, sebagai ustadz Alfian lebih memberikan pemahaman atas bahaya laten PKI. Dan hal itu, menurut Abdullah tidsk bisa terkena pasal 310 KUHP seperri yang didakwakan pada Alfian.
"Dia sebagai uztad malah membantu pemerintah, bahkan, dia berbicara di forum yang orang tak paham ada TAP MPRS tahun 66," ucap Alfian.
Untuk diketahui, kasus yang menjerat Alfian di Polda Metro Jaya adalah karena cuitan Alfian di Twitter yang menyebut sebagian besar Kader PDI Perjuangan adalah PKI. Sedangkan kasus Alfian yang ditangani Bareskrim Mabes Polri adalah perihal kasus ujaran kebencian di muka umum.
Alfian tersandung kasus itu karena ujarannya di media sosial Youtube dengan menyebut Presiden Joko Widodo dan orang terdekatnya sebagai PKI.