REPUBLIKA.CO.ID, KABUL – Kota Kabul, Afghanistan baru saja mengalami pekan paling berdarah selama bertahun-tahun. Ada beberapa serangan bom yang menimpa pusat kerumunan warga. Pascaserangan tersebut, jalan-jalan di Kabul sepi seperti kota mati tanpa kehidupan dan warganya tercekam ketakutan.
“Hari ini Kabul terlihat seperti kota mati. Saya belum pernah melihat kesedihan dan ketakutan semacam ini menyebar di seluruh kota sebelumnya,” kata Mohammed Asif Yousufi di studio fotografi miliknya di pinggiran ibu kota Afghanistan, menurut Aljazirah, Senin (5/6).
Serangan tersebut dimulai pada Rabu lalu saat bom truk yang kuat merobek zona diplomatik kota tersebut. Sedikitnya ada 90 orang yang kebanyakan warga sipil tewas, dan ratusan lainnya terluka dalam insiden tersebut. Pejabat setempat menggambarkan serangan tersebut sebagai salah satu yang terbesar yang sampai ke ibu kota.
Telepon Presiden Afghanistan, Trump Sampaikan Duka Bom Kabul
Dua hari kemudian warga turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi untuk meminta jawaban dari pemerintah, yang dituduh gagal dalam keamanan dan intelijen. Bentrokan antara demonstran dan aparat pun tak terelakkan, yang mengakibatkan tewasnya lima demonstran. Lalu pada Sabtu polisi dan pejabat intelijen meminta warga agar tinggal di dalam rumah. Dengan alasan ancaman serangan yang mungkin terjadi yang menargetkan pertemuan besar orang-orang.
Kemudian di daerah Sarai Shamali di Kabu, sebuah pemakaman seorang putra senator senior Afghanistan Alam Izdyar, yang tewas saat aksi demonstrasi, juga terjadi serangan bom. Ledakan di pemakaman Tapa Marshal Faahim itu terjadi sebanyak tiga kali, dan menewaskan 20 orang.
Pada hari ini, Senin (5.6) waktu setempat, beberapaa toko, restoran dan universitas ditutup. Warga menuntut jawaban dari pemerintah atas permintaan mereka yang menginginkan kedamaian dan keamanan.
“Tingkat ancaman telah menurun sejak Ahad. Tidak ada laporan tentang kemungkinan serangan hari ini, tapi kami meminta setiap orang untuk tetap waspada,” kata Komandan garnisun Kabul Gul Nabu Ahmadzai.
Dalam tiga bulan pertama tahun ini, setidaknya 715 warga swipil terbunuh di seluruh negeri. Setelah hampir 3.500 korban tewas pada tahu 2016, tahun paling mematikan yang tercatat untuk warga sipil Afghanistan. “Kabul akan kembali normal, tapi kami akan selalu terkena serangan, saya pikir pemerintah dan dinas keamanan gagal melindungi kami,” kata Yousufi.
Menanggapi insiden mematikan tersebut, PBB dan sejumlah sekutu internasional mengimbau agar ada persatuan dan solidaritas di Afghanistan.